Reporter: Andri Indradie, Roy Franedya | Editor: Johana K.
JAKARTA. Para bankir meminta regulator perbankan mempertegas status hukum pemberian cash back dan hadiah kepada nasabah. Bankir menilai, posisi dan definisi dua hal itu masih belum jelas.
Karena ketidakjelasan itu, selama ini bank punya kebijakan sendiri dalam memberikan hadiah. Menurut Direktur Bank UOB Buana Safrullah Hadi Saleh, ada beberapa bank yang memasukkan biaya cash back dan hadiah ke dalam biaya bunga. Namun, beberapa bank lain memasukkan ke dalam biaya promosi.
Perbedaan cara pencatatan itu memiliki konsekuensi. Jika dihitung sebagai komponen bunga, cash back menjadi beban nasabah. Artinya, semua hadiah yang diterima bisa dijumlahkan dan dibukukan sebagai bunga. Jadi, kalau di bilyet tertera bunga sebesar 7%, setelah ditambah dengan nilai hadiah, bunga yang diterima nasabah nilainya bisa lebih besar dari 7% itu.
Selama banknya sehat, praktik seperti ini tak bermasalah. Tapi kalau banknya tutup, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan mempermasalahkan cash back itu. Jika imbal hasil yang diterima lebih besar dari bunga penjaminan, LPS akan menolak membayar dana si nasabah.
Praktik memasukkan hadiah sebagai komponen bunga juga berpengaruh terhadap bunga kredit. Bank pemberi cash back akan menerapkan bunga kredit lebih tinggi.
Misalnya, sebuah bank memberi bunga deposito 7%. Jika bank yang bersangkutan ingin mengambil untung 5% melalui bunga kredit, artinya bank harus menerapkan bunga kredit sebesar 12%.
"Tapi pada kenyataannya tidak begitu. Jika bank memberi hadiah berbobot setara dengan 0,5% bunga dana, maka dia mematok bunga kredit 12,5%," kata Safrullah, akhir pekan lalu. Lain halnya jika hadiah dihitung sebagai biaya promosi, maka itu menjadi beban si bank.
Meski terlihat berbeda, kata Safrullah, sebenarnya cash back dan hadiah masuk biaya bunga. Pasalnya, merujuk pedoman akuntansi perbankan Indonesia yang terbaru, biaya-biaya dana bank terhadap nasabah masuk ke dalam komponen bunga.
"Jadi, menurut saya, praktik ini dipertegas saja. Jika cuma memberikan hadiah mungkin tak terlalu besar dampaknya. Tapi, kalau cash back, yang lebih dari 0,5%, itu sih, sudah sangat mempengaruhi suku bunga," ucap Safrullah.
Edukasi dan sosialisasi ke nasabah
Wakil Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja berpendapat, selain ketegasan mengenai definisi, edukasi dan sosialisasi kepada nasabah juga sangat penting. "Tak sedikit nasabah yang tidak mengetahui kalau cash back dan hadiah yang pernah mereka terima masuk dalam hitungan bunga," katanya.
Jahja mencontohkan, LPS mematok bunga simpanan yang dijamin misalnya 7%. Bank lalu memberi bunga 7%, plus hadiah sebesar 0,5%. "Setahu nasabah, dananya masuk dalam penjaminan LPS karena berbunga 7%. Padahal, saat terjadi penutupan bank, baru ketahuan bahwa dana nasabah tak dijamin," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News