kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.950   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Bankir sebut premi restrukturisasi tak mendesak


Kamis, 25 Mei 2017 / 21:39 WIB
Bankir sebut premi restrukturisasi tak mendesak


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Beberapa bankir menyebut implementasi premi restrukturisasi tidak terlalu mendesak. Hal ini disebabkan saat ini profil risiko perbankan masih cukup rendah.

Hal ini salah satunya disebabkan karena rasio kecukupan modal (CAR) perbankan Indonesia yang cukup tinggi yaitu di atas 20%.

“Saat ini perbankan kita ada empat mekanisme pertahanan terhadap krisis (sehingga kondisinya cukup kuat),” ujar Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri, ketika ditemui di kompeks DPR, Rabu (25/5).

Mekanisme pertahanan pertama adalah CAR perbankan saat ini yang mencapai 22% dimana ini salah satu yang tertinggi di dunia. Selain itu, BI telah memutuskan untuk menetapkan besaran buffer counter cyclical sebesar 0%.

Ketiga adalah adanya iuran LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang saat ini dananya sudah mencapai Rp 60 triliun sampai Rp 70 triliun. Sedangkan keempat adalah komitmen pemilik bank untuk melakukan bail in jika terjadi kegagalan.

Dengan empat mekanisme pertahanan tersebut menurut Tiko sapaan Kartika sudah cukup memadai untuk menutup risiko kegagalan bank seperti saat ini.

Sebagai catatan saat ini selain iuran LPS, perbankan juga dibebankan premi OJK. Dengan adanya tambahan premi restrukturisasi ini akan semakin banyak beban yang harus dibayarkan oleh bank. ]

Belum lagi, bagi bank yang mempunyai konglomerasi seperti Bank Mandiri. Menurut Tiko, dengan adanya pengawasan terintegrasi saat ini disarankan hanya ada satu premi OJK untuk setiap konglomerasi.

Hal ini karena, saat ini untuk masing-masing konglomerasi harus mengeluarkan biaya premi OJK untuk masing-masing industri seperti perbankan, asuransi, dan aset management.

Taswin Zakaria, Direktur Utama Maybank Indonesia menambahkan, konsep premi restrukturisasi sebenarnya belum terlalu mendesak untuk diterapkan saat ini.

“Karena belum ada risiko sistemik perbankan meningkat, kecuali menurut LPS saat ini ada peningkatan risiko industri,” ujar Taswin ketika ditemui, Rabu (25/5).

Menurut Taswin pungutan yang dilakukan regulator seperti OJK dan LPS saat ini sudah cukup memadai untuk menangani risiko industri keuangan.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×