Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bankir menanggapi hasil pengukuran manajemen risiko perbankan bersama (joint stress test) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Joint stress test ini untuk menghadapi perubahan kondisi makro ekonomi.
Berdasarakan stress test yang dilakukan perbankan menggunakan daya internal dan pedoman regulator atau bottom up stresst test diketahui ada dua risiko yang paling mempengaruhi bank.
Risiko pertama adalah risiko konsentrasi dan risiko kedua adalah risiko suku bunga.
Adhi Brahmantya, Direktur Keuangan dan Teknologi Informasi Bank Bukopin mengatakan, terkait risiko konsentrasi paling besar ada di sektor kredit perdagangan besar.
"Ada beberapa industri misalnya spare part otomotif, komoditi sembako dan pertanian," kata Adhi kepada kontan.co.id, Kamis (17/5).
Selain itu risiko konsentrasi yang cukup besar ada di kredit pertambangan sisa ketika dulu harga batubara turun.
Nixon Napitupulu, Direktur Collection & Asset Management BTN bilang risiko konsentrasi terbesar masih di sektor perumahan dan konstruksi perumahan.
Haryono Tjahjarijadi, Presiden Direktur Bank Mayapada bilang dari kedua risiko yang cukup besar mempengaruhi perbankan, yaitu risiko konsentrasi dan risiko suku bunga, keduanya akan mempengaruhi kredit bermasalah bank (NPL).
"Jika NPL tidak ditangani dengan baik maka akan menggerus permodalan bank," kata Haryono kepada kontan.co.id, Kamis (17/5).
Terkait risiko nilai tukar, menurut Haryono juga tidak bisa disepelekan. Ini karena dengan kondisi global seperti ini, nilai tukar akan mengalami tekanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News