Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID -Â JAKARTA. Perbankan sudah mulai melakukan restrukturisasi kredit terhadap nasabah-nasabah yang terkena dampak pandemi virus corona (Covid-19). Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), empat bank pelat merah sudah melakukan restrukturisasi sebesar Rp 28,7 triliun hingga akhir Maret 2020 dari 168.479 debitur. Jumlah tersebut masih berpotensi naik mengingat pandemi ini belum kelihatan kapan akan berujung.
Meningkatnya restrukturisasi kredit setelah OJK melakukan pelonggaran aturan lewat Nomor 11/POJK.03/2020 memang akan menjaga kualitas aset perbankan. Sebab, kredit yang direstrukturisasi akan otomatis lancar. Namun, biaya restrukturisasi itu akan menambah beban bank dan bisa mengganggu likuiditas.
Baca Juga: Ada kebijakan WFH, bank lebih untung atau malah buntung?
Restrukturisasi kredit/pembiayaan dilakukan mengacu pada aturan baru OJK itu mengenai penilaian kualitas aset yang dilakukan dengan cara penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, saat ini kondisi permodalan bank masih cukup bagus, begitupun dengan likuiditasnya. Namun, skema-skema restrukturisasi itu bisa mengganggu likuiditas perbankan.
Oleh karena itu, OJK akan terus mengawasi seluruh debitur lembaga keuangan secara individual untuk memantau apakah ada yang mengalami permasalahan likuiditas. Jika memang ada yang spare likuiditasnya sudah tipis, OJK akan mendorong bank untuk memakai intercall money dan lembaga non bank bisa pinjam dari bank.
"Jika intercall money tidak dapat, perbankan perlu pinjaman ke lender last of resort, mencari pinjaman likuiditas ke BI," kata Wimboh dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (7/4).
Baca Juga: BI catat total penjualan marketplace masih meningkat di bulan Februari 2020
Seperti diketahui, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) no 1 tahun 2020 mengenai kebijakan keuangan negaa dan stabilitas sistem keuangan penanganan Covid-19 menambah kewenangan BI untuk memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah.