kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini dampak penerapan Qanun Aceh bagi industri multifinance


Kamis, 28 Januari 2021 / 19:07 WIB
Begini dampak penerapan Qanun Aceh bagi industri multifinance


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada November 2018 lalu Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah mengesahkan Qanun 11/2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Dalam ketentuannya, seluruh lembaga jasa keuangan (LJK) di Provinsi Aceh wajib menganut prinsip syariah pada 2022.

Belied ini memberikan dampak bagi bisnis multifinance di provinsi Aceh khususnya yang menyalurkan pembiayaan dengan skema konvensional. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyatakan pelaku multifinance telah melakukan persiapan.

Ketua APPI Suwandi Wiratno menyatakan multifinance yang menjalankan bisnis secara konvensional telah menghentikan pembiayaan. Kendati demikian, akan tetap melakukan koleksi cicilan dari pinjaman yang telah disalurkan.

Baca Juga: Awas, pinjol ilegal punya sejumlah modus baru untuk mencari mangsa

“Perusahaan pembiayaan yang tidak punya unit usaha syariah pasti akan tutup di sana (Aceh). Tapi saya rasa tidak terlalu banyak pemainnya, kalau mau tetap di sana, maka harus mendirikan unit usaha syariah, karena harus seperti itu ketentuannya,” ujar Suwandi kepada Kontan.co.id pada Kamis (28/1).

PT Mandiri Tunas Finance (MTF) telah memutuskan menghentikan menyalurkan pembiayaan di Aceh sejak akhir 2019. Lantaran MTF tidak memiliki unit usaha syariah tempat menampung aset piutang pembiayaan bila ketentuan Qanun diterapkan.

“Betul ada dampaknya bagi MTF. Saat ini MTF masih koordinasi ke Mandiri (sebagai induk perusahaan) terkait konversi ke syariah yakni BSM atau Bank Syariah Indonesia,” papar Harjanto kepada Kontan.co.id pada Kamis (28/1).

Berdasarkan kalkulasi MTF, aset kelolaan perseroan yang merupakan angsuran cicilan nasabah di Aceh mencapai Rp200 miliar hingga akhir 2021.

Padahal menurut Direktur MTF Harjanto Tjitohardjojo, pembiayaan di Provinsi Serambi Mekah itu berkisar Rp 10 miliar hingga Rp 12 miliar tiap bulan. Pembiayaan itu disalurkan melalui satu cabang di Banda Aceh dan satu pos di Lhoksumawe.

Baca Juga: SWI jaring 1.026 entitas fintech lending ilegal sepanjang tahun lalu

Direktur Utama BCA Finance, Roni Haslim menyatakan perusahaan tidak memiliki unit syariah di Aceh. Adapun portofolio piutang pembiayaan yang dimiliki oleh BCA Finance di Aceh tengah dijajaki untuk dialihkan ke BCA Syariah.

Sedangkan Adira Finance melakukan perubahan dilakukan secara menyeluruh. Pada awal tahun ini, semua kantor cabang Adira Finance Syariah di Aceh melakukan rebranding. Perubahan ini memungkinkan Adira Finance Syariah untuk lebih mendekatkan diri dengan ekosistem dan pelanggan, terutama di daerah Aceh yang memiliki populasi lebih dari 5,3 juta jiwa.

Niko Kurniawan Bonggowarsito, Direktur Penjualan, Pelayanan & Distribusi Adira Finance bilang kebijakan Qanun Aceh ini bisa meningkatkan kinerja pembiayaan syariah milik Adira Finance.

Ia bilang pembiayaan syariah tumbuh 11% year on year (yoy) menjadi Rp 3 triliun pada 2020. Hal itu, tak terlepas dari Adira Finance yang telah memiliki 40 kantor cabang unit Syariah yang tersebar di seluruh Indonesia. Bahkan tahun ini, perusahaan akan menambah dua unit kantor cabang syariah di Medan dan Samarinda.

Baca Juga: Sepanjang 2020, pembiayaan syariah Adira Finance tumbuh 11% yoy

Sedangkan Presiden Direktur PT CIMB Niaga Auto Finance, Ristiawan Suherman bilang tidak memiliki portofolio piutang pembiayaan di provinsi Aceh. Lantaran keseluruhan pembiayaan CIMB Niaga Finance yang tengah bertransformasi digital difokuskan untuk produk konvensional.

“Namun memasuki kuartal ke empat 2020, peningkatan realisasi kredit produk syariah sudah meningkat sangat signifikan bahkan mengawali tahun 2021 pencairan kredit syariah sudah di atas 80% dari total realisasi kredit produk CNAF yang mempunyai akad syariah (pembiayaan kendaraan),” paparnya.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), piutang pembiayaan di Aceh per November 2020 mencapai Rp 3,65 triliun. Nilai itu turun 3,69% yoy pada posisi November 2019 sebanyak Rp 3,79 triliun.

Selanjutnya: Multifinance diprediksi tidak akan terlalu agresif kerja sama dengan fintech lending

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×