kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI godok lagi model National Payment Gateway (NPG)


Jumat, 14 Oktober 2011 / 08:00 WIB
BI godok lagi model National Payment Gateway (NPG)
ILUSTRASI. Selain makan bergizi, multivitamin diperlukan untuk jaga daya tahan tubuh


Reporter: Nina Dwiantika |

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tengah menggodok model bisnis anyar penggabungan sistem pembayaran atau National Payment Gateway (NPG). Skema baru ini menjadi alternatif dari dua model bisnis sebelumnya yang dianggap dapat memicu monopoli. Sekadar mengingatkan, dua model bisnis itu adalah merger semua perusahaan switching atau membentuk satu perusahaan yang mencaplok perusahaan switching.

Kepala Direktorat Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Aribowo menjelaskan, akan ada perusahaan super switching sebagai operator utama NPG yang terhubung secara nasional dan internasional. Perusahaan switching seperti Artajasa Pembayaran Elektronik (ATM Bersama), Rintis Sejahtera (ATM Prima), Daya Network Lestari (ALTO), dan LINK, anak usaha Telekomunikasi Indonesia (Telkom) akan terhubung dengan super switching. "Dengan ini akan tetap ada perlakukan yang sama," kata Aribowo, kepada KONTAN, Kamis (13/10).

Akan ada institusi yang mengkoordinasi super switching tersebut. Ada dua opsi pemegang super switching. Pertama, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan kedua, bauran antara perbankan dan industri.

Bank sentral akan membahas konsep ini pekan depan. Bila konsep ini cocok, tahun 2012 perusahaan jaringan dan perbankan akan menandatangani kesepakatan sebagai bentuk komitmen. "NPG mungkin dapat terealisasi tahun 2013," kata Aribowo.

Ketua Umum ASPI, Budi Gunadi Sadikin memaparkan, anggota prinsipal hanya dapat melakukan switching dan settlement. Sedangkan super switching juga dapat melakukan gateway sebagai penghubung satu jaringan, selain dua fungsi di atas. Menurut dia, perlu ada aturan dan standar dalam NPG tersebut.

Direktur Direktorat Sistem Pembayaran BI, Ronald Waas menuturkan, NPG dapat dimiliki siapapun, baik itu perbankan, perusahaan switching atau perusahaan telekomunikasi. Pengawasan tetap akan ada di tangan bank sentral dan aturan-aturan sistem pembayaran untuk NPG menyusul kelak. "Melalu tahap interoperabilitas, maka monopoli akan terhindari," tutur Ronald.

Sebelumnya, beberapa industri perusahaan operator mesin ATM swasta menilai, rencana BI berupa NPG sebagai bentuk praktik monopoli sistem pembayaran. "Sebaiknya semua jaringan operator tetap ada," imbuh Wakil Presiden Senior Divisi Pemasaran PT Rintis Sejahtera, Hermawan Tjandra. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×