Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Desakan penerapan pajak bagi modal asing yang masuk pasar keuangan Indonesia masih terus bergulir. Penerapan pajak ini dinilai bisa menjadi salah satu cara untuk mengerem terlalu derasnya banjir aliran modal asing alias capital inflow ke pasar domestik.
Pengamat Moneter dari Aspirasi Indonesia Research Institute Yanuar Rizky berpendapat, Bank Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter mestinya berani untuk membeberkan pada pemerintah, dalam hal ini Presiden tentang tantangan sistem keuangan.
Utamanya, terkait dengan capital inflow yang terus membanjir dan berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian. Tak hanya itu, banjir capital inflow selama belum bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sektor riil juga hanya menimbulkan biaya. Yang paling jelas, biaya operasi moneter untuk menyedot likuiditas berlebih di pasar sejauh ini terus membengkak.
"Pajak sudah mendesak. Saya kira Gubernur BI harus mau menyampaikan ke pemerintah bagaimana kondisinya, baik sisi fiskal maupun moneter, kita harus menguatkan respons terkait kondisi moneter saat ini," ujarnya kepada KONTAN.
Seperti diketahui, beberapa negara sudah banyak yang menerapkan pajak terhadap capital inflow yang membanjir dampak dari kebijakan quantitative easing Amerika Serikat. Misalnya, Brazil dan Thailand. Tujuannya, agar dampak capital inflow bisa diminimalisir termasuk risiko pembalikan dana dalam jumlah besar secara tiba-tiba alias sudden reversal.
Namun, BI agaknya sudah menutup opsi penerapan pajak Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan, masalah pajak untuk dana asing tidak menjadi prioritas dalam penanganan banjir capital inflow. "Pajak atas capital gain dan diskonto atas Surat Utang Negara kan sudah ada. Bagi kami, ada banyak instrumen-instrumen lain yang bisa diterapkan untuk atasi capital inflow, tidak harus dengan pajak," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News