Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Sehari setelah memperoleh suntikan tambahan modal, Bank Mutiara akhirnya mengumumkan kinerja keuangannya per September 2013. Sembilan bulan pertama tahun 2013, Bank Mutiara rugi besar, mencapai Rp 645,51 miliar.
Namun begitu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai, kondisi Bank Mutiara saat ini terbilang sudah cukup baik pasca dilakukannya penguatan permodalan sebesar Rp 1,249 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Pada kuartal IV-2013, sudah dilakukan penguatan permodalan yang dilakukan dengan taat azas dan aturan oleh pemegang saham. Dilakukan dengan tepat waktu sehingga secara keuangan sekarang bisa dibilang lebih baik," ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Selasa (31/12).
Meski begitu Agus menambahkan, laporan kinerja keuangan Bank Mutiara yang turun itu, harus dilaporkan kepada publik, karena menjunjung azas transparansi yang terus dijaga dengan baik. Agus menilai, bank yang berganti nama dari Bank Century itu harus menjunjung azas kehati-hatian dan menjadikan perbaikan kualitas kredit sebagai prioritas untuk ditangani secara cepat.
"Supervisi bank ada di BI dan sekarang di OJK. BI berpesan kepada manajemen Bank Mutiara dan pemegang saham untuk terus melakukan pengelolaan bank secara profesional, dan menjunjung azas kehati-hatian, menyampaikan laporan keuangan secara berkala dan diaudit secara independen," tegas Agus.
Agus menekankan, kepada perbankan untuk memprioritaskan penanganan kasus-kasus kredit macet sebagai salah satu penyebab kerugian perbankan. Catatan saja, laporan keuangan Bank Mutiara per September 2013 menyebutkan, rasio kecukupan modal (CAR) memprihatinkan karena anjlok ke level 5,17%. Rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) gross per September 2013 naik menjadi 11,37%.
Itu sebabnya, bank yang dulu bernama Bank Century itu meminta suntikan modal lagi kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Modal Bank Mutiara tergerus antara lain akibat lima debitur nakal peninggalan manajemen lama yang kompak menghentikan cicilan.
Secara umum, kinerja Bank Mutiara per kuartal III-2013 memburuk. Pendapatan operasional juga turun 41,7% menjadi Rp 216,13 miliar. Penyaluran kredit naik 10,29%, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) turun 0,05%, sementara pendapatan bunga bersih turun 23,13% menjadi Rp 213,3 miliar.
Bank Mutiara terpaksa harus menelan kerugian juga lantaran beban operasional yang terlampau besar ketimbang pendapatan operasional. Pada saat pemasukan seret, beban operasional naik hampir tiga kali lipat menjadi Rp 930,98 miliar.
Ada dua sumber kenaikan beban operasional ini, yakni, kenaikan penyisihan cadangan kerugian menjadi Rp 628,19 miliar. Kedua, beban operasional Mutiara kian besar karena kenaikan gaji sebesar 22,5% menjadi sekitar Rp 158,06 miliar.
Mutiara berharap, lima debitur macet mau melunasi utang, sehingga tidak perlu membentuk pencadangan. Tentu saja, bank ini harus intensif meminta pembayaran utang lima debitur kakap. Jika tak membuahkan hasil, sesuai perjanjian kredit yang disepakati, Mutiara menyatakan debitur wanprestasi seketika.
Dengan begitu, Bank Mutiara bisa mengeksekusiĀ jaminan corporate guarantee dari PT Silakencana Tirtalesatari dan personal guarantee dari Honggo Wendratno. Silakencana adalah perusahaan yang dibentuk Honggo agar bisa masuk ke PT Tuban Petrochemical Industries. Saat ini, Silakencana memiliki 30% saham Tuban Petro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News