Reporter: Astri Kharina Bangun, Dyah Megasari |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) optimistis penurunan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 50 bps menjadi 6% tidak memicu kaburnya dana asing alias capital outflow dari pasar modal Indonesia. Penurunan yang dilakukan justru bisa menyortir investor-investor yang cenderung spekulatif dan hanya bersifat jangka pendek.
"Yang paling spekulatif justru belum kembali ke pasar. Kami malah tidak terlalu senang kalau mereka (yang spekulatif) datang," kata Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, Rabu (16/11).
Ia memberikan gambaran pada bulan September lalu ketika gejolak di pasar modal dalam negeri mulai mereda, harga Surat Utang Negara (SUN) memang ikut turun. Namun yield tak sampai merosot dalam. Yield SUN bertenor 10 tahun bahkan tetap di level 6%-7%.
"Dana paling spekulatif yang mau masuk sudah keluar pada saat gejolak terjadi. Mereka mau masuk lagi sudah mahal dan tidak bisa profit taking lagi," lanjut Darmin.
Operation twist
Ia menambahkan, BI selama ini juga sudah melakukan operation twist untuk menjaga pasar dari gejolak berlebihan. BI menjual valas untuk menarik rupiah. Rupiahnya dipakai membeli SBN-SUN. Uang pun kembali ke pasar sehingga tidak ada kekeringan likuiditas ketika investor mau jual saham maupun surat berharga di pasar.
Mengenai penurunan BI rate yang tak memicu gejolak di pasar menurut Darmin hal ini disebabkan pasar sudah mengerti. Pasalnya, perekonomian Indonesia telah berjalan pada harga tinggi. Tingkat suku bunga terlalu tinggi dibandingkan inflasi jangka menengah yang berada di kisaran 4%-6%.
"Dari policy rate apalagi lending rate, BI melihat ini sesuatu yang harus dikoreksi ke tingkat yang lebih masuk akal," ungkap Darmin.
Bank sentral menilai arus modal masih akan mengalir ke Indonesia dan lebih kepada investasi jangka panjang. Apalagi seiring dengan peluang dinaikkannya peringkat Indonesia menjadi investment grade.
"Tahun dapan, paling lambat di Q1 rating Indonesia akan meningkat menjadi investment grade. Ini akan memungkinkan masuk modal dari pemilik dana jangka panjang. Bagi mereka rating tersebut sangat penting. Kalau belum, mereka cenderung masih menahan diri," jelas Darmin.
Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas menilai, investor asing masih akan terus masuk ke Indonesia lantaran kondisi fundamental yang baik. “Sebetulnya, asal inflasi dan pergerakan rupiah stabil, Indonesia masih menjadi tujuan asing,” terang Handy.
Posisi terakhir yaitu 15 November 2011, kepemilikan asing di SUN mencapai Rp 211,57 triliun. Lebih tinggi dari posisi akhir bulan lalu yaitu Rp 219,78 triliun. “Mereka tidak punya pilihan, meski BI rate turun dan yield mengikuti, asing memang tetap masuk,” ujar Analis obligasi NC Securities, I Made Adi Saputra, Rabu (16/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News