kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.894.000   23.000   1,23%
  • USD/IDR 16.424   4,00   0,02%
  • IDX 7.156   61,65   0,87%
  • KOMPAS100 1.042   11,99   1,16%
  • LQ45 813   10,32   1,29%
  • ISSI 224   1,28   0,58%
  • IDX30 424   4,95   1,18%
  • IDXHIDIV20 505   2,98   0,59%
  • IDX80 117   1,42   1,22%
  • IDXV30 119   0,29   0,25%
  • IDXQ30 139   1,52   1,11%

Bisa paksa konsolidasi LJK, apa pertimbangan yang dipakai OJK?


Rabu, 01 April 2020 / 14:44 WIB
Bisa paksa konsolidasi LJK, apa pertimbangan yang dipakai OJK?
ILUSTRASI. Petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beraktivitas di ruang layanan Konsumen, Kantor OJK, Jakarta, Senin (23/10). OJK dapat perluasan kewenangan untuk dapat memaksa konsolidasi lembaga jasa keuangan (LJK). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww/17.


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat perluasan kewenangan untuk dapat memaksa konsolidasi lembaga jasa keuangan (LJK). Ketentuan ini tertuang dalam Perppu 1/2020 tentang yang baru saja terbit Selasa (31/3) malam malam.

Beleid tersebut mengatur soal Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Baca Juga: Anggaran perlindungan sosial untuk hadapi corona capai Rp 110 triliun, ini rinciannya

Dalam pasal 23 ayat (1) huruf a beleid tersebut, OJK dinyatakan dapat memberikan perintah tertulis kepada LJK untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan/atau konversi.

Sayangnya, tak ada penjelasan mengenai apa yang bisa menjadi dasar bagi OJK untuk menentukan sebuah LJK mesti melakukan konsolidasi. 

Sementara, sejumlah sanksi pidana dan denda justru sudah ditentukan bagi perorangan, maupun LJK yang tak menaati ketentuan ini.

Pada pasal Pasal 26 ayat (1), dan ayat (2) Perppu 1/2020, ada sejumlah sanksi pidana yang bisa dikenakan bagi setiap orang yang sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, tidak melaksanakan atau menghambat ketentuan tersebut.

Baca Juga: LPS buka opsi penjaminan dana yang dikelola dana pensiun dan jaminan tenaga kerja

“Pidana penjara paling singkat 4 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 10 miliar atau pidana penjara paling lama 12 tahun, dan pidana denda paling banyak Rp 300 miliar. Ayat (2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 1 triliun, “ tulis beleid tersebut.




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×