Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Bisnis gadai emas dalam insutri perbaknan syariah saat ini masih terbentur oleh peraturan Bank Indonesia (BI) yang membatasi besaran pemberian kredit terhadap nilai atau barang alias loan to value (LTV).
Direktur Utama BNI Syariah Imam Saptono menilai, hal tersebut tidak berdampak baik kepada perbankan syariah. Imam melanjutkan, hal yang menjadi masalah kedua yakni pembatasan fasilitas gadai emas yang di batasi menjadi Rp 250 juta.
“Kalau gadai, itu LTV untuk bank syariah sebesar 80%. Nah, kalau di pegadaian tidak di batasi. Sehingga, umumnya nasabah pindah ke pegadaian,” ujar Imam kepada KONTAN, Senin (7/3).
Alhasil, BNI tidak lagi memprioritaskan bisnis gadai emas. Menurut Imam, pada tahun 2015, bisnis gadai emas sudah memasuki sunset industries alias sulit berkembang lagi. Meskipun dari sisi margin perbankan syariah masih dapat bersaing dibangkan pegadaian.
“Tapi kembali lagi masyarakat umum banyak yang menginginkan LTV-nya lebih besar. Sehingga gadai emas yang dulu booming itu digunakan sebagai ajang spekulasi, tidak murni untuk kebutuhan,” kata Imam.
Menurut imam, gadai yang murni secara syariah adalah gadai yang memang murni untuk memenuhi kebutuhan likuiditas secara temporer atau sementara. Di sisi lain, harga emas dalam dua tahun terakhir sudah tidak bergairah.
Karena itu, Imam mengingatkan, seharusnya produk emas di perbankan syariah tidak diarahkan untuk spekulasi, tapi ke investasi jangka panjang dengan akad murabahah emas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News