Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Penurunan harga emas yang terus berlanjut berdampak pada bisnis pembiayaan emas di perbankan syariah. Alasannya, banyak nasabah menilai instrumen ini tidak lagi menarik untuk dijadikan alat investasi.
Lihat saja, bisnis pembiayaan emas di BNI Syariah terus melorot, yaitu dari Rp 74 miliar pada akhir tahun lalu menjadi hanya Rp 55 miliar pada paruh pertama tahun ini. Penurunan terbesar berasal dari lini pembiayaan emas atau pembelian emas dengan skema mencicil, yakni dari Rp 46 miliar menjadi hanya Rp 29 miliar.
Sementara, pada periode yang sama, pembiayaan emas dengan skema gadai juga tercatat turun tipis dari sebesar Rp 28 miliar menjadi hanya Rp 26 miliar. Imam Teguh Saptono, Direktur BNI Syariah mengatakan, ada beberapa faktor yang menyeret bisnis pembiayaan emas di bank syariah.
Pertama, fluktuasi harga emas membuat masyarakat membatasi investasi mereka dalam bentuk emas. "Beberapa tahun terakhir ini, kami tidak lagi menjadikan pembiayaan emas sebagai fokus penyaluran pembiayaan kami," ujar Imam kepada KONTAN, Selasa (11/8).
Kedua, lanjut Imam, kondisi makro ekonomi yang belum kondusif, sehingga investasi emas belum menjadi prioritas bagi masyarakat. Ketiga, pembiayaan emas di bank syariah jika dibandingkan dengan PT Pegadaian (Persero) menjadi kurang menarik karena aturan mainnya yang berbeda.
"Selama aturannya masih seperti saat ini, antara lain Finance to Value untuk pembiayaan emas maksimal 80%, fasilitas pembiayaan maksimal Rp 250 juta dan jangka waktu gadai maksimal 12 bulan, minat masyarakat untuk pembiayaan emas di bank syariah akan rendah. Pegadaian dapat memberikan lebih," terang dia.
Kendati demikian, Imam sepakat agar pembiayaan emas memang tidak ditujukan sebagai alat spekulasi. Karenanya, pembatasan nilai pembiayaan sudah sangat tepat. "Produk ini sebagai pelengkap untuk menutupi kebutuhan mendesak. Jika terlalu tinggi nilainya menjadi spekulasi, tetapi mungkin bisa diubah terkait FTV dan jangka waktunya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News