Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) masih akan terus mendukung penurunan suku bunga kredit. Perseroan akan mengejar ekspansi kredit yang ditargetkan tumbuh sekitar 9% tahun tahun depan dengan dukungan bunga kredit rendah.
Namun, BNI mengharapkan adanya insentif kebijakan dari Bank Indonesia (BI) agar ekspansi kredit bisa dilakukan dengan bunga rendah. Pasalnya, ada tantangan yang mesti diwaspadai yakni potensi kenaikan suku bunga The Fed pada pertengahan tahun depan.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, kenaikan bunga The Fed tentu akan diikuti oleh kebijakan suku bunga acuan BNI sehingga biaya dana perbankan bakal mengalami kenaikan.
Oleh karena itu, dia melihat diperlukan relaksasi dari BI agar bisa mendukung pertumbuhan kredit dengan suku bunga yang rendah.
Baca Juga: Bank BNI proyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 bisa mencapai 5,5%
"Kami harapkan kebijakan relaksasi terkait Giro Wajib Minimum (GMW) dan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) dapat diperpanjang agar bisa menekan cost of fun ," kata Royke dalam webinar, Senin (22/11).
Selain itu, dia menilai perlu juga regulasi untuk menjaga level kompetisi yang sehat menjaring likuiditas. Pasalnya, BNI melihat saat ini mulai marak bank melakukan pemasaran produk tabungan dengan tingkat suku bunga yang relatif tinggi.
Sebelumnya, BI telah melonggarkan GWM rupiah 50 bps menjadi 5% pada Maret 2020 dan berlaku sampai 31 Juni 2021. Sedangkan pelonggaran aturan RIM berlaku sejak Mei 2020 hingga Desember 2021.
Insentif itu diperlukan karena BNI sebagai perusahaan publik di sisi lain juga memiliki target laba yang harus dikejar. Sehingga penurunan bunga juga harus dipastikan tidak mengganggu kinerja yang dicanangkan perseroan. BNI juga perlu menyusun strategi yang tepat agar kinerja perseroan tetap tumbuh meskipun bunga kredit turun.