Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Ternyata masalah ketimpangan layanan jasa perbankan antar wilayah di Indonesia tak hanya terjadi di kalangan bank umum nasional. Sebagian besar populasi bank perkreditan rakyat (BPR) terkonsentrasi di pulau Jawa dan Bali.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per Juni 2014, dari total 1.634 BPR di seluruh Indonesia, sebanyak 1.158 BPR atau 70,86% diantaranya terkonsentrasi di Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Provinsi terbanyak yang memiliki BPR adalah Jawa Timur dengan 325 BPR, Jawa Barat dengan 300 BPR, Jawa Tengah dengan 251 BPR.
Secara otomatis ketimpangan ini juga memunculkan ketimpangan dalam penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) BPR. Total dana masyarakat yang dihimpun BPR di akhir semester I-2014 mencapai Rp 52,12 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 71,39% DPK BPR terkonsentrasi di 6 provinsi di Pulau Jawa dan Bali.
Kondisi ini tak lepas dari kegiatan ekonomi dan industri di Indonesia yang memang saat ini lebih banyak terkonstrasi di Pulau Jawa dan Bali. Akibatnya permintaan kredit terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi andalan BPR juga terkonsentrasi di Jawa dan Bali.
“Sebetulnya Kementerian Dalam Negeri, Bank Indonesia (BI) dan Perhimpunan Bank-Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah (Perbamida) sudah beberapa kali melakukan roadshow ke luar Jawa untuk mendorong pertumbuhan BPR,” kata Muhammad Sigit, Sekretaris Jenderal Perbamida, saat dihubungi KONTAN, Jumat (12/9).
Sigit menegaskan upaya yang telah dilakukan berbagai pihak tersebut mulai membuahkan hasil. Tahun ini ada 7 BPR baru yang muncul di Sulawesi Tenggara. Selain itu 5 BPR lagi akan segera diresmikan tahun ini di Sulawesi Tenggara. “Pemerintah sudah memberikan kemudahan untuk mendirikan BPR di luar Jawa. Semoga kedepan BPR di luar Jawa akan semakin banyak,” pungkas Sigit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News