Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan yang dialami perbankan tahun ini akan semakin berat. Pandemi virus corona (Covid-19) bakal bikin keuntungan bisnis perbankan semakin tipis tahun ini. Margin bunga bersih (net interest margin/NIM) akan tergerus sejalan dengan meningkatnya restrukturisasi kredit.
Hal itu diakui oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Bank pelat merah ini menghadapi banyak permintaan restrukturisasi kredit di tengah tekanan pandemi virus corona baru (Covid-19).
Baca Juga: Bank Indonesia rajin suntik likuiditas ke perbankan, buat apa?
Menurut Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), peningkatan restrukturisasi tersebut akan mendorong kenaikan beban yang harus ditanggung bank. Alhasil, margin bunga bersih akan semakin menipis.
Namun, ia mengatakan BRI akan berupaya menjaga NIM dari sisi lain, seperti dengan meningkatkan komposisi kredit segmen UMKM. "Tahun ini, BRI akan berupaya jaga NIM di kisaran 6,8%-6,9%," kata Haru kepada Kontan.co.id baru-baru ini.
Selain itu, tekanan restrukturisasi terhadap NIM itu juga akan bisa ditahan dengan adanya perbaikan biaya dan penurunan giro wajib minimum (GWM) yang menambah likuiditas perbankan.
Bank Indonesia (BI) baru saja melonggarkan kembali GWM rupiah 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk bank syariah. Penurunan yang akan berlaku mulai 1 Mei 2020 itu akan menambah likuiditas perbankan Rp 102 triliun. BRI bakal mendapatkan tambahan likuiditas sebesar Rp 17 triliun dari pelonggaran tersebut.
Sebelumnya, BI juga sudah memangkas GWM valas bank umum konvensional dan bank syariah dari 8% jadi 4% yang berlaku mulai 16 Maret 2020. Itu menambah likuiditas bank US$ 3,2 miliar. Di saat yang sama, GWM rupiah juga dipangkas 50 bps untuk bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor yang memberi tambahan likuiditas Rp 22 triliun.
Baca Juga: Ada pelonggaran GWM, BRI dapat tambahan likuiditas Rp 17 triliun
Sepanjang kuartal I-2020, BRI telah melakukan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 kepada 134.258 debitur dengan nilai mencapai Rp 14,9 triliun. Haru melihat, potensi penambahan restrukturisasi kredit masih sangat besar dengan kondisi ekonomi yang ada saat.
Untuk mencegah kenaikan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL), bank harus melakukan restrukturisasi. Apalagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah melonggarkan aturan restrukturisasi kredit sampai Rp 10 miliar bagi debitur yang terdampak pandemi tersebut. Kredit yang direstrukturisasi otomatis masuk kolektabilitas lancar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News