Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Selama ini aturan porsi pembiayaan bank alias loan to value (LTV) bertujuan positif untuk mengendalikan laju pertumbuhan kredit, sekaligus mengintervensi harga properti.
Namun, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Maryono mengatakan, pada saat seperti ini, dengan kondisi permintaan kredit di pasar cenderung turun, relaksasi LTV sangat diperlukan.
LTV yang sudah berjalan telah berhasil mengintervensi pembiayaan perumahan. Kebijakan LTV yang diberlakukan tahun 2012 dan 2013 juga telah mengendalikan laju kredit sehingga tidak tumbuh terlalu tinggi. “Kredit BTN tumbuh tinggi, bahkan di atas rata-rata industri karena permintaan masyarakat bawah akan rumah terus ada setiap tahunnya. Pertumbuhan kredit ini masih dapat dikendalikan,” kata Maryono dalam pernyataan resminya, Kamis (9/6).
Ia menyebut, relaksasi LTV yang akan dilakukan Bank Indonesia (BI) akan mendorong pertumbuhan kredit BTN. Selain itu, relaksasi akan mendorong percepatan pemenuhan program sejuta rumah tahun 2016. BTN ditargetkan dapat memberikan dukungan pembiayaan untuk 570.000 unit rumah.
Asal tahu saja, BTN masih menjadi pemimpin pasar pembiayaan perumahan di Indonesia dengan penguasaan pangsa pasar total KPR sebesar 31%. Sementara untuk segmen KPR subsidi, peran Bank BTN sangat dominan dengan menguasai pangsa pasar 97% dari total penyaluran FLPP tahun 2015.
Per 30 Maret 2016, BTN mencatatkan kredit dan pembiayaan tumbuh 18,9% menjadi sebesar Rp 143 triliun. Kredit dan pembiayaan pada periode yang sama tahun 2015 tercatat Rp 120 triliun. Menurut Maryono, pertumbuhan kredit pada triwulan I 2016 sekaligus menjawab permintaan masyarakat terhadap rumah yang masih cukup tinggi.
Selain itu, relaksasi aturan LTV juga menguntungkan masyarakat, karena uang muka yang harus disiapkan lebih kecil. Di sisi lain, kebijakan ini juga akan menggerakkan pembangunan perumahan oleh pengembang, karena permintaan masyarakat akan tumbuh. Relaksasi LTV pada akhirnya akan menjadi mata rantai bagi bergeraknya bisnis pembangunan perumahan.
“Pembiayaan perumahan itu berdampak pula terhadap GDP (gross domestic product) dan itu menjadi nadi bagi ekonomi bangsa,” imbuh Maryono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News