Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rupanya tak sembarang bankir bisa menjadi pengelola risiko. Buktinya, dari 44.973 bankir yang mengikuti ujian sertifikasi manajemen resiko oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) hingga Agustus lalu, cuma 71% bankir yang lulus. Tak ayal, Bank Indonesia (BI) pun kecewa atas hasil itu. Soalnya, itu berarti jumlah bankir berkualitas tetap minim.
Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Halim Alamsyah mengatakan, jumlah peserta yang lulus itu pun merupakan akumulasi dari tiga tingkat uji kompetensi manajemen risiko. Jumlah peserta Tingkat I adalah 31.973 orang dengan kelulusan 74,3% atau 23.762 peserta. Di tingkat II, dari 10.930 peserta hanya 6.945 yang lulus atau setara dengan 63,54%. Sedangkan untuk tingkat III, dari 2.070 peserta yang lulus hanya 1.225 peserta atau sekitar 59,18%-nya.
Sekadar informasi, sertifikasi tingkat I bertujuan meningkatkan pemahaman dasar mengenai manajemen risiko perbankan. Sedang ujian tingkat II bertujuan meningkatkan kemampuan mengidentifikasi dan mengukur risiko bank. Adapun sertifikasi tingkat III, IV, dan V berfungsi meningkatkan kemampuan bankir mengidentifikasi, mengukur, memonitor, serta mengendalikan risiko bank, terutama risiko yang cukup kompleks.
Sejauh ini BSMR belum menyelenggarakan sertifikasi tingkat IV dan V. Mereka sedang merancangnya. "Karena untuk posisi ini sudah level kebijakan," ucap Halim.Saat ini BSMR sedang mendiskusikan materi ujian yang mereka susun dengan Ikatan Bankir Indonesia (IBI) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Halim berharap dengan sertifikasi ini bankir asal Indonesia dapat bersaing di pasar regional. Apalagi dari segi jumlah, sebenarnya bankir asal Indonesia lebih banyak ketimbang negara lain di Asean. "Untuk level direktur ke atas, tidak beda jauh. Tapi, untuk level menengah mutu bankir kita masih perlu ditingkatkan lagi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News