Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan suku bunga di industri perbankan menarik perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menkeu menyoroti kenaikan suku bunga kredit akan mengerek kenaikan margin bunga bersih perbankan.
Padahal di sisi lain, debitur akan semakin tertekan karena bunga kredit yang naik. Ia melihat kenaikan bunga ini akan mempengaruhi kegiatan ekonomi secara menyeluruh.
Berdasarkan data suku bunga dasar kredit (SBDK) Otoritas Jasa Keuangan memang terlihat telah terjadi kenaikan suku bunga dasar kredit. Tren ini terlihat di semua segmen sejak Juli 2022, ketika Bank Indonesia (BI) pertama kali menggerek bunga acuan.
Baca Juga: Harga Minyak Tertekan Kekhawatiran Suku Bunga yang Lebih Tinggi
Rata-rata SBDK kredit korporasi naik dari 7,90% di Juli menjadi 8,06% di Oktober 2022. Lalu, untuk kredit ritel naik dari 8,95% menjadi 9,09%, kredit mikro terkerek dari 10,46% menjadi 10,50%, lalu kredit KPR dari 8,57% menjadi 8,66%. Ada juga kredit non-KPR merangkak 9,43% menjadi 9,54%.
Bank Indonesia (BI) mencatatkan suku bunga deposito 1 bulan pada November 2022 tercatat 3,72% atau meningkat 83 bps dibandingkan dengan level Juli 2022. Sementara pantauan bank sentral menurunkan suku bunga kredit November 2022 tercatat 9,11% atau meningkat 17 bps dibandingkan dengan level Juli 2022.
Artinya, laju kenaikan suku bunga kredit masih jauh di bawah kenaikan suku bunga deposito sejak BI mengetatkan kebijakan demi mengendalikan inflasi. Tren kenaikan suku bunga acuan yang masih akan berlanjut di 2023, membuka potensi suku bunga kredit bisa meningkat.
Akan tetapi, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut saat ini inflasi sudah mulai terkendali dan ingin tetap mendorong pemulihan ekonomi. Oleh sebab itu, regulator tidak ingin kenaikan rate diikuti dengan kenaikan suku bunga kredit yang berlebihan.
Sebab, alasan BI menaikkan suku bunga acuan bukan karena likuiditas di perbankan yang ketat. Namun, untuk mengendalikan inflasi dan mendorong kenaikan imbal hasil surat berharga negara. Tujuannya, agar dana asing kembali masuk ke tanah air sehingga rupiah tetap menguat.
“Karena itu kami mempertahankan dan memastikan likuiditas di perbankan tetap longgar. Kami pastikan likuiditas lebih dari memadai bagi perbankan untuk menyalurkan kredit tanpa harus menaikkan suku bunga kredit,” ujar Perry belum lama ini.
Ia menyebut saat ini likuiditas perbankan masih longgar tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 30,42% pada November 2022. Guna memastikan ketersediaan likuiditas di tahun depan, BI memberikan insentif GWM.
Baca Juga: Pertumbuhan Kredit Perbankan Masih Ditopang Segmen Kredit Modal Kerja
Perry menyatakan akan mempertahankan GWM di level 9% namun memberikan insentif bagi bank yang gencar menyalurkan kredit. Secara keseluruhan insentif baru ini, menambah likuiditas pada perbankan sekitar Rp 118 triliun.
Insentif GWM ini BI berikan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit hijau, Relaksasi ini akan berlaku sejak 1 April 2023.
PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) telah menyesuaikan suku bunga simpanan maupun pinjaman. Wakil Direktur Utama Bank Oke Hendra Lie telah menggerek suku bunga simpanan 150 bps hingga saat ini.
“Sering dengan kenaikan suku bunga BI Rate yang sudah 200 bps. OK bank pada November 2022 ada penyesuaian suku bunga kredit mulai 50 bps menjadi 100 bps,” ujarnya kepada KONTAN pada Selasa (10/1).
Kenaikan suku bunga kredit itu dilakukan dalam mengimbangi suku kenaikan simpanan. Ia mengatakan untuk 2023, masih akan mengevaluasi dan mempertimbangkan bunga kredit di pasar.
Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengakui tekanan suku bunga imbas naiknya suku bunga acuan memang menjadi tantangan bagi industri perbankan tahun ini. Namun, ia menyebut bank harus berhati-hati dalam melakukan penyesuaian dengan memperhatikan kemampuan debitur.
“Sampai dengan saat ini kami masih melihat perkembangannya. Likuiditas masih cukup ample sehingga kami masih dapat mengelola biaya dana,” ujarnya kepada KONTAN.
Baca Juga: Sri Mulyani Optimistis Ekonomi Indonesia di Kuartal IV-2022 Tumbuh di Atas 5%
Ia melanjutkan, BJB melakukan penyesuaian kenaikan suku bunga kredit tidak serta merta pada seluruh sektor. Sebab, perlu kehati-hatian dan selektif pada sektor yang tidak sensitif agar tidak berdampak pada pemburukan kualitas kredit.
Adapun Direktur Konsumer Bank BRI Handayani menyatakan kenaikan suku bunga memang menjadi tantangan bagi perbankan di 2023. Sebab akan meningkatkan biaya dana bagi perbankan.
“Namun, kita harus menyesuaikan, namun tidak serta merta menaikkan suku bunga pinjaman. Oleh sebab itu, kita akan mempertahankan biaya dana tadi melalui dana murah. Kami mempertimbangkan ada sedikit kenaikan suku bunga kredit konsumer tahun depan, tapi tidak secara agresif dengan tetap melihat portofolionya,” ujar Handayani kepada KONTAN beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News