kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Disrupsi fintech ke sektor pembayaran mencapai sekitar 84%


Kamis, 08 Februari 2018 / 15:26 WIB
Disrupsi fintech ke sektor pembayaran mencapai sekitar 84%
ILUSTRASI. Ilustrasi Fintech


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Digitalisasi kini menjadi bagian lekat dari kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Tren digitalisasi teknologi keuangan dan sistem pembayaran terus meningkat.

Peningkatan teknologi keuangan digital makin tersulut oleh penetrasi internet dan smartphone yang terus melaju. Faktor pendorong lain adalah jaringan data yang semakin cepat, teknologi komputasi yang mutakhir serta pemrosesan yang makin real time.

Pengguna smartphone di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 100 juta orang pada tahun ini. Pasar yang semakin luas ini berpotensi memperbesar penetrasi digitalisasi.

Sukarelawati Permana, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia mengungkapkan, digitalisasi memunculkan peran-peran baru yang mendisrupsi fungsi-fungsi tradisional di sektor keuangan, terutama di area sistem pembayaran.

Dalam bahan presentasi digital ekonomi, Kamis (8/2), Sukarelawati mengungkapkan disrupsi financial technologi alias fintech terbesar adalah pada sektor pembayaran sekitar 84%. Disrupsi terbesar kedua adalah transfer dana sekitar 68%, dan personal finance 60%.

Menurut data PwC Global FinTech Survey 2017, disrupsi pada personal loan bisa mencapai 56%. Sedangkan efek ke tabungan mencapai 49%, asuransi 38%, dan wealth management 38%.

Sukarelawati menyebut, transaksi pembayaran berbasis online melahirkan bentuk inovasi baru yang berdampak pada meningkatkan variasi model seperti e-wallet, interaksi pembayaran seperti barcode, QR code, RFID, NFC, serta perangkat internet/mobile, serta munculnya pemain baru non konvensional seperti fintech.

Munculnya banyak fintech di Indonesia mendorong para pelaku sektor finansial berinovasi. "Serta membuka ruang kolaborasi antara existing players dan new entrants," ungkap Sukarelawati dalam presentasi digital ekonomi.

Kolaborasi antara fintech dan pelaku finansial existing ini terwujud dalam bentuk kerja sama eksperimentasi alias pilot project teknologi serta joint consortium dalam pengembangan teknologi tertentu.

Fintech berpotensi membuka akses bagi 1,6 miliar orang tanpa rekening bank untuk masuk ke sektor usaha formal. Secara global, fintech pun membuka 95 juta lapangan kerja baru di berbagai sektor usaha, baik formal maupun informal.

Data McKinsey Global Institute pun menyebut, fintech bisa menciptakan peningkatan produk domestik bruto negara berkembang sebesar US$ 3,7 triliun.

Di sisi lain, pergeresar lansekap ekonomi akibat digitalisasi ini menimbulkan risiko yang belum pernah ada sebelumnya. Risiko dari sisi finansial misalnya maturity mismatch, liquidity mismatch, leverage serta risiko bisnis.

Sedangkan dari sisi operasional, risikonya adalah faktor governance, serangan siber, ketergantungan pada pihak ketiga, serta risiko legal.

Digitalisasi pun bisa menimbulkan risiko makro dan stabilitas sistem keuangan. Misalnya, risiko contagion, procyclicality, volatitas berlebih, risiko too big too fail, dan risiko terkonsetrasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×