Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) atau dikenal dengan perusahaan credit scoring resmi membentuk Asosiasi Pengelola Informasi Kredit (APIIK). Asosiasi tersebut diharapkan mampu memperkuat infrastruktur kredit di Indonesia dan menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif dan efisien.
Bukan tanpa alasan, saat ini ada kesenjangan yang signifikan antara tingginya permintaan kredit dengan suku bunga kompetitif dan ketidakefisienan dalam pemanfaatan data keuangan. Alhasil, perlu adanya peningkatan dalam evaluasi kelayakan kredit..
Kondisi tersebut tergambar dalam rasio produk domestik bruto (PDB) terhadap utang rumah tangga di Indonesia yang masih berada di angka yang rendah yaitu 16%. Padahal, tingkat adopsi layanan keuangan di Indonesia telah mencapai angka yang cukup tinggi, dengan sekitar 85% dari populasi.
“Pendirian APIIK merupakan langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan ini dan mendukung transformasi lanskap kredit di Indonesia,” ujar Ketua Umum APIIK Yohanes Arts Abimanyu, dalam keterangan resmi, Selasa (3/9)
Baca Juga: Hingga Akhir Agustus 2024, Realisasi Penyaluran KUR Mencapai Rp 195,6 Triliun
Yohanes menjelaskan APIIK dan EY Parthenon juga telah melakukan studi mengenai Ekosistem Pelaporan Kredit Indonesia dalam rangka memberikan pandangan yang komprehensif kepada regulator dan pemangku kepentingan terkait kondisi infrastruktur kredit nasional.
Ia bilang studi ini bertujuan untuk memahami kinerja dan dinamika sektor pelaporan kredit di Indonesia, memahami industri pelaporan kredit global khususnya interaksi antara Public Credit Registry (PCR) dan Private Credit Bureau (PCB), serta mengidentifikasi berbagai kesenjangan dan peluang yang berpotensi meningkatkan kapabilitas penilaian kredit.
Hasil dari studi tersebut merekomendasikan agar Indonesia mempertahankan pendekatan sistem ganda (dual system approach) untuk infrastruktur pelaporan kreditnya, di mana PCR dan PCB memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi. Saat ini, PCR di Indonesia direpresentasikan oleh SLIK OJK, dimana fungsinya adalah sebagai basis data terpusat untuk data dari lembaga jasa keuangan (LJK).
Sementara PCB atau Biro Kredit Swasta mengumpulkan data beragam dari non-lembaga jasa keuangan (Non-LJK) untuk menghasilkan laporan terperinci dan skor kredit yang menilai kelayakan kredit dan pola penggunaan kredit.
“Kami berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik dan pemangku kepentingan tentang peran penting biro kredit dalam menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif dan efisien,” ujarnya.
Ketua Dewan Pengawas APIIK Rizana Noor menambahkan bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam sektor kredit. Menurutnya, perbaikan berkelanjutan dalam infrastruktur dan model akses berbagi data sangat penting untuk menyediakan akses data yang adil dan dapat diandalkan untuk PCB, serta untuk mengembangkan platform berbagi data yang aman dan mendorong inovasi.
Rizana menekankan bahwa salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa semua pihak yang terlibat memiliki akses yang setara dan transparan terhadap data kredit. Hal ini penting untuk menciptakan sistem yang lebih inklusif dan efisien, yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
“APIIK yakin bahwa inovasi ini akan mendorong pergeseran dari inklusi keuangan ke pendalaman keuangan (financial deepening), yang memungkinkan lembaga keuangan untuk menawarkan layanan dan produk yang lebih luas kepada masyarakat,” tutup Rizana.
Baca Juga: Bank Mandiri Catat Penyaluran KUR Tembus Rp 19,33 triliun per Juni 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News