Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menilai, transaksi pembayaran melalui e-money yang difasilitasi perusahaan telekomunikasi minim perlindungan terhadap pengguna layanan.
Ada beberapa faktor yang menjadi perhatian BMRI. Pertama, underlying transaksi adalah nomor telepon seluler dan tidak termasuk simpanan sehingga e-money yang dimiliki pengguna layanan tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Selain itu, level play field-nya pun berbeda antara perusahaan telekomunikasi dan perbankan.
"Di perusahaan telekomunikasi tidak ada Giro Wajib Minimum (GWM) dan Rasio Kecukupan Modal (CAR). Sementara kami di perbankan diikat oleh GWM. Regulasinya jelas. Kalau ada masalah di bank, ada giro wajib di Bank Indonesia," papar Direktur Utama BMRI Zulkifli Hasan, Senin (15/8).
.
Kedua, dana float yang dikelola operator telekomunikasi yang disimpan di bank umum, rekeningnya tidak atas nama pengguna layanan melainkan operator telekomunikasi. Alhasil, bunga atas penempatan dana float tersebut tidak diterima pengguna layanan.
Managing Director Micro & Retail Banking BMRI Budi Gunadi Sadikin menambahkan, perusahaan telekomunikasi sebaiknya berfokus pada hal yang menjadi keahlian mereka, yakni infrastruktur dan teknologi.
"Tapi urusan bayar-membayar, menyimpan uang mereka bukan ahlinya. Karena itu, perbankan dan perusahaan telekomunikasi harus jalan bersama supaya terjadi simbiois mutualisme," ungkap Budi.
Hingga Juni 2011 frekuensi transaksi e-money BMRI merupakan yang tertinggi dibandingkan penyedia layanan e-money lainnya, yakni sebesar 61% atau 1,7 juta transaksi. Sementara itu, dari segi nilai transaksi sudah mencapai 30% dari keseluruhan atau senilai Rp 30 miliar.
"Agustus ini jumlah transaksi sudah mendekati 2 juta transaksi. Sementara sampai bulan lalu, jumlah kartu yang diterbitkan telah menembus 1 juta kartu," kata Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News