Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Walaupun Bank Indonesia (BI) telah menaikkan BI rate 25 basis poin menjadi 6%, namun sebagian ekonom menilai, BI perlu meningkatkan lagi BI rate tersebut.
Penilaian itu datang dari ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony A. Prasetyantono, di Jakarta Rabu, (3/7). . "BI rate perlu naik lagi menjadi 6,25%," ucap Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony A. Prasetyantono, Rabu, (3/7).
Alasan Tony adalah, adanya ekspektasi inflasi yang mencapai titik 7% akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), akan membuat nasabah bisa menarik keluar dananya dari perbankan. Sebab, selisih 1% antara inflasi dan BI rate bisa memicu nasabah menarik dananya.
Apalagi, dengan bunga deposito yang rendah juga memicu nasabah menarik dananya dan mengalihkannya ke pasar modal. Selain itu, kata Tony, akan banyak nasabah memilih investasi ke dollar Amerika Serikat (AS) daripada menyimpannya dalam bentuk deposito.
Untuk mengantisipasi hal itu, Tony bilang, ada bank yang sudah menaikkan suku bunga deposito melebihi suku bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar 5,75%. Keputusan bank itu tentunya atas dasar proyeksi inflasi.
Selain itu bank juga akan berusaha mati-matian menjaga likuiditas dengan cara menaikkan suku bunga deposito. "Nasabah sudah tak mau bunga deposito yang sama," ucapnya.
Namun, Tony meminta perbankan tidak menaikkan suku bunga kredit yang bisa mengganggu rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Saat ini, posisi NPL gross nasional terbilang cukup baik yakni 2,3%.
Terlebih lagi, bank harus sedang berusaha menjaga pertumbuhan kredit di atas 20% tahun ini. Jika bunga kredit naik, pertumbuhan kredit bisa melambat menjadi 19%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News