kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.250.000   11.000   0,49%
  • USD/IDR 16.620   29,00   0,17%
  • IDX 8.114   -4,72   -0,06%
  • KOMPAS100 1.118   -0,97   -0,09%
  • LQ45 783   -1,72   -0,22%
  • ISSI 286   0,14   0,05%
  • IDX30 412   -0,84   -0,20%
  • IDXHIDIV20 464   -2,90   -0,62%
  • IDX80 123   0,06   0,05%
  • IDXV30 133   -0,24   -0,18%
  • IDXQ30 129   -0,88   -0,68%

Ekonom : Fokus perbankan harus inline dengan pemerintah


Senin, 06 Desember 2010 / 11:45 WIB
Ekonom : Fokus perbankan harus inline dengan pemerintah
ILUSTRASI. Cosmobeaute 2018


Reporter: Andri Indradie |

JAKARTA. Pengamat ekonomi Aviliani berharap, perbankan lebih menyesuaikan diri dengan fokus kebijakan pemerintah. Aviliani menilai, hingga kini penyaluran kredit perbankan masih fokus pada sektor perdagangan. "Sementara sektor infrastruktur, manufaktur, dan pertanian masih kurang optimal," katanya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Dengan menyamakan fokus dan mendukung kebijakan pemerintah, lanjut Aviliani, perbankan bisa benar-benar menjadi agent of development yang menggerakkan perekonomian Indonesia. Tentu saja, posisi Bank Indonesia (BI) sebagai regulator sangat besar posisinya dalam hal ini.

Aviliani berharap, BI bisa mengarahkan penyaluran dana perbankan lebih ke sektor pangan, energi, dan infrastruktur. Ini sesuai dengan fokus kebijakan pemerintah tahun depan. "Karena tidak nyambung (penyaluran dana bank dan kebijakan pemerintah), padahal pendanaan perbankan masih mendominasi, bagaimana kita bisa menggerakkan ekonomi bank harusnya diarahkan dengan kebijakan yang lebih fokus ke sektor riil," imbuh Aviliani.

Secara kongkrit, Aviliani memberi masukan bagaimana BI bisa berfungsi mengarahkan agar perbankan bisa lebih ekspansif menggerakkan sektor riil. Pertama, BI harus tetap menjaga koordinasi dengan pemerintah. Caranya, mengeluarkan kebijakan sedemikian rupa sehingga menggerakkan perbankan menyalurkan pendanaan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang sudah ditargetkan.

Kedua, dalam melihat peraturan dan kebijakan, BI harus senantiasa melihat industri perbankan. "Jangan melihat best practise aturan international saja. Jika hanya melihat basel II, basel III, dan sebagainya, seringkali justru membebani industri sehingga tujuan utama bank sebagai lembaga intermediasi malah masih jauh dari harapan," tegasnya.

Sekedar informasi, berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) hingga akhir September 2010 kredit perbankan sebesar Rp 1.659,15 triliun. Sekitar 33,88% atau Rp 562,1 miliar tersalur ke sektor lain-lain seperti kartu kredit. Penyaluran terbesar kedua kredit bank ke sektor perdagangan senilai Rp 318,57 atau setara dengan 19,2% dari total kredit.

Sementara kredit ke sektor industri alias manufaktur tercatat sebesar Rp 261,34 miliar (15,75%), sektor pertanian Rp 87,52 miliar (5,27%), sektor konstruksi Rp 54,26 miliar (3,87%), sektor pertambangan Rp 53,99 miliar (3,25%), dan sektor listri, gas, dan air sekitar Rp 29,15 miliar (1,76%). "Ini menunjuukkan bahwa bank sebagai agent developtment belum tercapai," tegas Aviliani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×