Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Ekonom Senior Standard Chartered Indonesia, Fauzi Ichsan menilai, ada dua skenario yang terjadi di pasar terkait inflasi saat ini.
Skenario pertama adalah bentuk kepanikan pasar. Menurut Fauzi, Bank Indonesia (BI) kurang responsif terhadap melonjaknya inflasi. BI seharusnya menaikkan suku bunga acuan (BI rate) untuk meredam inflasi.
"Dengan terjadinya inflasi makanan, maka tidak ada kaitannya dengan kebijakan moneter, sehingga BI cukup menaikkan BI Rate 100 basis poin (bps) dari 6,5% menjadi 7,5%," kata Fauzi, di Four Season, Rabu (12/1). Kalaupun BI menaikkan suku bunga, maka tidak akan bisa menurunkan harga cabai dan harga pangan lainnya.
Fauzi memperkirakan, akan terjadi kenaikan BI rate pada kuartal I akhir pada bulan Maret, "Paling tidak naik 25 bps dibulan maret, dan disemester II lebih tinggi naik 75 bps", tuturnya.
Skenario kedua terkait utang pemerintah Eropa seperti Portugal, Spanyol, dan Italia. Krisis utang di zona benua biru ini juga mendorong kepanikan pasar. "Disini investor menarik dana dari negara berkembang termasuk Indonesia, terutama karena BI kurang tangkas menghadapi inflasi," ujar Fauzi.
Sisi positif yang ada saat ini, kata Fauzi, bank sentral memiliki cadangan devisa cukup, sebesar US$ 96 miliar, tertinggi dalam sejarah Indonesia. "Misalkan kalau dalam kepanikan pasar, hot money ini akan keluar, cadangan devisa BI cukup untuk mengkover uang panas yang ada di surat utang negara (SUN) dan sertifikat bank Indonesia (SBI)," kata dia.
Fauzi juga menjelaskan, jika neraca transaksi dan neraca modal berjalan surplus juga bisa meredam kepanikan pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News