kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Era Baru Penyidikan Kejahatan Keuangan dalam Omnibus Law Keuangan


Selasa, 20 Desember 2022 / 16:13 WIB
Era Baru Penyidikan Kejahatan Keuangan dalam Omnibus Law Keuangan
ILUSTRASI. Karyawan melintas dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus kejahatan yang sering terjadi di industri keuangan memberikan penyesuaian aturan dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) atau sering dikenal omnibus law sektor keuangan.

RUU yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pekan lalu memunculkan istilah baru yaitu Penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang beranggotakan pejabat kepolisian, pejabat pegawai negeri sipil dan pegawai tertentu. Itu tertuang dalam pasal 49 dalam RUU tersebut.

Terhadap ketiganya, ada catatan yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.

Jika dibandingkan, dengan pasal yang sama di aturan UU 21 tahun 2011 tentang OJK, tak ada penyidikan tertulis OJK. Isinya adalah selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang mencakup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam KUHAP.

Baca Juga: Kompilasikan RBB Perbankan, OJK: Kredit Perbankan Tumbuh di Seluruh Sektor pada 2023

Jika mengacu pada aturan baru tersebut, berarti tak semua penyidik bisa melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan karena harus menjadi bagian dari penyidik OJK terlebih dahulu. Hal tersebut diperkuat dengan pasal 49 ayat 5 yang mengatur penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik OJK.

“Koordinator pengawas penyelidiknya tetap polisi,” ujar anggota Komisi XI DPR-RI, Misbakhun kepada KONTAN, Selasa (20/12).

Tak hanya itu, Misbakhun menjelaskan bahwa yang dimaksud tindak pidana di sektor keuangan yang diatur dalam calon beleid tersebut adalah semua kejahatan pidana yang terjadi di pasar modal, perbankan, asuransi, atau lembaga pembiayaan.

Sebelumnya, Ketua Panja RUU P2SK Dolfie OFP mengungkapkan adanya perluasan bagi orang-orang yang bisa menjadi penyidik OJK. Alasannya, ada kebutuhan ahli-ahli di sektor jasa keuangan untuk membantu menyidik kasus pidana sektor ini.

Coba sekarang ada tindak pidana di kripto siapa yang bisa melakukan penyidikan, ujarnya.

Sementara itu, calon beleid ini juga menambahkan adanya pasal 48B yang mengatur berwenang OJK menyalakannya dimulai, tidak dilakukannya, atau dihentikannya penyidikan terhadap tindak pidana sektor jasa keuangan, dengan sebelumnya dilakukan penyidikan.

Pada tahap penyelidikan, pihak yang diduga melakukan tindak pidana sektor jasa keuangan dapat mengajukan permohonan kepada OJK untuk penyelesaian pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Menariknya, jika OJK menyetujui permohonan tersebut, pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran wajib melaksanakan kesepakatan termasuk membayar ganti kerugian.

“Ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan hak dari pihak yang dirugikan dan bukan merupakan pendapatan Otoritas Jasa Keuangan,” tulis aturan tersebut.

Baca Juga: Kerja Modal Inti Rp 3 Triliun, Bank Banten Bakal Lakukan Private Placement di 2023

Menanggapi beberapa aturan tersebut, pakar hukum perbankan Yunus Husein mengatakan bahwa keahlian yang seharusnya pegawai OJK bisa menjadi penyidik. Menurutnya, sesuatu yang aneh jika OJK dibilang memiliki kewenangan penyingkapan namun pegawai OJK tidak bisa menjadi bagian dari penyidikan tersebut.

“UU yang lama itu cacat, tidak sesuai antara ketentuan dan pelaksanaannya. Tidak bisa dilaksanakan karena yang melaksanakan orang lain jadi tidak efektif fungsi penyidikannya,” ujar Yunus.

Ia menambahkan beberapa hal positif jika akhirnya ruang itu terbuka di UU P2SK ini. Pertama, penyidikan akan lebih optimal dikarenakan jumlah penyidiknya menjadi lebih banyak. Kedua, pemindai yang berasal dari OJK dinilai memiliki kompetensi yang mumpuni. Mengingat, beberapa pengawas OJK merupakan spesialis di bidangnya masing-masing.

“Memahami industri keuangan itu perlu keahlian khusus, tidak bisa menyelidiki umum saja, tidak cukup itu,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×