kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fintech lending dengan rasio pinjaman bermasalah di atas 8% dipanggil OJK, ada apa?


Kamis, 01 Oktober 2020 / 08:05 WIB
Fintech lending dengan rasio pinjaman bermasalah di atas 8% dipanggil OJK, ada apa?


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) 90 hari atau pinjaman bermasalah pada industri fintech peer to peer lending naik menjadi 7,99% per Juli 2020.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta menyatakan tren peningkatan TWP secara signifikan mulai terjadi pada April 2020. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas pembayaran, sehingga terjadi peningkatan rasio kredit bermasalah. Semakin tinggi TWP, maka tingkat keberhasilan pengembalian (TKB) semakin rendah.

“Kami sudah panggil beberapa platform yang punya TWP tinggi di atas 8%. Sudah kami lakukan pembinaan bagaimana melakukan tindak lanjut ke depannya. Jadi secara imbauan pemanggilan dan kami minta pada platform untuk bikin action plan untuk penyelesaian TWP itu,” ujar Tris dalam konferensi virtual, Rabu (30/9).

Selain itu, regulator selalu mengingatkan penyelenggara fintech P2P lending untuk tingkatkan manajemen risiko mitigasinya. Juga kualitas kredit skoring, dan kualitas pengenalan konsumen atau know you costumer (KYC).

Baca Juga: Berantas tawaran pinjaman online via SMS, OJK gandeng provider telekomunikasi

“Satu sisi, secara persentese meningkat tapi itu juga pengruh outsatnding turun, jadi persentasenya naik karena pembagi kurang, tapi pembilangnya yang dibagi relatif tetap atau meningkat,” papar Tris.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menambahkan asosiasi telah menghimbau para anggota untuk meningkatkan mitigasi risiko. Misalnya dengan dukungan pihak ketiga dengan kolaborasi dengan asuransi penjaminan.

“Ini menjadi slah satu faktor penting untuk antisipasi dan menjadi salah satu fokus pada kepengurusan baru bentuk gugus tugas terkait risk manajemen sehingga kami akan menurunkan NPL dengan sistematis,” tambah Adrian.

Selain itu, Adrian menilai pelaku industri bisa membidik segmen yang masih bisa bertahan di tengah pandemi ini. Sehingga, akuisisi pembiayaan baru akan lebih baik.

Asosiasi melihat ada sektor yang masih bertumbuh di tengah pandemi berupa e-commerce. Kemudian sektor belanja pemerintah seperti sektor kesehatan dan bahan pangan pokok, bantuan sosial.

“Inilah sektor yang memungkinkan fintech lending ikut bekerjasama. Pemerintah juga mengarah ke digital, ini menjadi peluang. Kita melihat bahwa sektor-sektornya harus tepat untuk dipilih, dan menghindari sektor yang berisiko,” pungkas Adrian. 

Selanjutnya: Waspada ya, Ada 126 Fintech Ilegal Lagi yang Dilaporkan ke Bareskrim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×