kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Fundamental bitcoin masih susah diukur


Kamis, 14 Desember 2017 / 15:53 WIB
Fundamental bitcoin masih susah diukur


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ruang gerak bitcoin di Indonesia kian sempit. Bank Indonesia (BI) sudah terang-terangan akan mengeluarkan aturan yang melarang penggunaan bitcoin untuk alat pembayaran maupun investasi. Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menimbang regulasi mengenai mata uang digital itu.

Direktur Inovasi Keuangan Digital OJK Fithri Hadi mengatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan investasi mata uang digital seperti bitcoin belum bisa mendapatkan legalitas dari OJK.

Salah satunya, OJK belum dapat mengukur nilai fundamental dari bitcoin. Fithri mencontohkan, jumlah pasokan yang dapat dibentuk dari mata uang ini belum ada batas atasnya alias tak terbatas. "Kalau bitcoin ini adalah aset digital yang ada servernya. Rangkaiannya berupa angka," ujar dia, Rabu (13/12).

Selain itu, jika ingin disamakan sebagai mata uang maka bitcoin tidak cocok. Pasalnya, dalam Undang-Undang Mata Uang disebutkan hanya rupiah menjadi alat pembayaran sah di Indonesia.

Bitcoin juga belum bisa dianggap sebagai alat investasi lantaran tidak adanya aset dasar (underlying) berupa produk investasi. "Kami sudah tanya ke beberapa pihak termasuk pakar dan pelaku, dan tidak ada," ujar Fithri. Hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi OJK.

Belum tentukan regulasi

Karena itu, OJK belum menentukan langkah guna mengatur penggunaan mata uang virtual tersebut. Sementara itu, BI lebih tegas yakni akan melarang penggunaan mata uang kripto sebagai alat pembayaran.

Aturan ini berlandaskan kehati-hatian sehingga larangan bitcoin digunakan sebagai transaksi pembayaran baik oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) maupun financial technology (fintech). Larangan ini berlaku juga untuk mata uang digital selain bitcoin.

"Kami mengatur bagaimana konsumen tetap nyaman tanpa mematikan inovasi. Sejak 2014 kami sudah keluarkan stance, tapi bukan berarti dia haram hanya berarti bitcoin bukan legal tender yang sah," kata Asisten Direktur Fintech Office BI, Yosamartha.

Sementara itu, CEO Bitcoin.co.id Oscar Darmawan mengatakan, pemerintah atau regulator seharusnya dapat mengatur mata uang digital dari sisi bursa aset digital alias penyelenggara transaksinya saja. Dengan cara ini, menurut dia pemerintah dapat meminimalisir tindak kejahatan.

Anntara lain melacak praktik pencucian uang, pembiayaan teroris, narkoba, perdagangan ilegal dan penipuan yang dilakukan menggunakan teknologi blockchain seperti bitcoin.

Aturan serupa, menurut Oscar, sudah diterapkan di beberapa negara seperti Jepang dan beberapa negara Eropa. "Dengan mengatur itu, penerapan know your customer (KYC) akan beres. Kalau ada transaksi ilegal maka bisa dilacak," ujar dia.

Ia menambahkan, bitcoin merupakan salah satu dari 1.300 lebih mata uang digital yang beredar di dunia. Artinya, ruang berkembang cukup lebar. "Dalam investasi pun tak boleh manja, kalau tidak mau ambil risiko atau khawatir silakan jual, semua tergantung pengguna," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×