kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Gara-gara biaya dana naik, NIM perbankan menyusut


Rabu, 31 Oktober 2018 / 17:59 WIB
Gara-gara biaya dana naik, NIM perbankan menyusut
ILUSTRASI. Pelayanan Nasabah di Bank BTN


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua regulator keuangan yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan kian menyusut.

Data OJK per Agustus 2018 menyebut, rata-rata NIM bank umum berada di level 5,14%. Posisi ini turun dari periode tahun sebelumnya sebesar 5,35%.

Sementara riset LPS per September 2018 ke beberapa bank acuan menunjukan rata-rata NIM bank umum menurun menjadi 4,4% dari tahun sebelumnya 4,6%.

Adapun, data lain LPS, rata-rata NIM perbankan secara industri (konvensional dan syariah) menyusut dari 5,2% per Agustus 2017 menjadi 5,01% per Agustus 2018.

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan penurunan NIM tersebut memang sudah diproyeksi akan terjadi.

Sebab, perbankan kini masih menyesuaikan kenaikan tingkat bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 days reverse repo rate (7DRR) yang telah naik 150 basis poin (bps) sejak Mei 2018.

LPS mengatakan, kendati tingkat margin bunga bersih di industri turun, posisi tersebut masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain. "NIM perbankan secara rata-rata 4,4% masih tertinggi di kawasan Asia dan di dunia," katanya di Jakarta, Selasa (30/10).

Tak jauh berbeda dengan data yang dikeluarkan oleh kedua regulator tersebut, beberapa bank yang dihubungi Kontan.co.id juga mengamini bahwa NIM memang tergerus mengikuti tren kenaikan bunga dan semakin ketatnya persaingan.

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) misalnya yang juga mencatatkan penyusutan NIM per akhir September 2018 lalu. Merujuk laporan keuangan BTN, NIM BTN merosot ke level 4,35% dari periode setahun sebelumnya yang sempat ada di posisi 4,49%.

Direktur Strategi, Resiko dan Kepatuhan BTN Mahelan Prabantarikso mengatakan ada dua indikator yang menyebab penurunan NIM BTN. Antara lain tingkat pendapatan bunga kredit serta biaya dana alias cost of fund.

Menurutnya, apabila biaya dana naik maka hal tersebut mengindikasikan likuiditas di pasar yang mengetat. "Ini yang mengakibatkan dalam jangka waktu tertentu, bank menaikkan suku bunga kredit," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (31/10).

Akibatnya, lambat laun hal tersebut berimbas pada turunnya pertumbuhan kredit yang dikarenakan kemampuan membeli atau membayar masyarakat menjadi menurun. "Atau bisa saja calon debitur memilih untuk wait and see untuk meminjam uang di bank," sambungnya.

Namun, BTN sebagai bank penyalur kredit perumahan terbesar di Tanah Air mengaku tak terlalu khawatir dengan menurunnya kemampuan meminjam masyarakat. Pasalnya, bank sentral sudah mengeluarkan beberapa keringanan seperti pelonggaran kebijakan loan to value (LTV), dan merelaksasi kebijakan perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Cara-cara ini menurut Mahelan sangat membantu bank untuk lebih leluasa menggaet calon debitur di tengah tren kenaikan suku bunga kredit.

Bank bersandi emiten bursa BBTN ini juga menyebut jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, NIM BTN di kuartal III 2018 sudah naik. "NIM Bank BTN di kuartal III-2018 adalah di bawah 5%, posisi Desember (2017) 4,35% dan apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, ini sudah sedikit meningkat," imbuhnya.

Sebelumnya, BTN pada tahun ini memproyeksikan NIM bakal berada di kisaran 4,5%-4,7%. Sebagai informasi, bila melihat pencapaian BTN pada kuartal III-2018 lalu tercatat realisasi kredit cukup tinggi di level 19,28% menjadi Rp 220,07 triliun.

Hasil dari peningkatan kredit tersebut, total pendapatan bunga bersih BTN juga ikut mengalami kenaikan sebesar 15,29% secara year on year (yoy) menjadi sebesar Rp 7,54 triliun. Bila dirinci lebih dalam, khusus untuk pendapatan bunga kredit BTN tercatat tembus Rp 14,45 triliun atau naik 15,55% dari posisi setahun sebelumnya Rp 12,51 triliun.

Ujungnya, total laba bersih BTN ikut terkerek naik menjadi Rp 2,23 triliun atau tumbuh 11,51% secara yoy. 

Selain BTN, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) juga sepakat kalau NIM perbankan kini menurun paska adanya penurunan dari pendapatan bunga yang didapat perbankan yang diakibatkan kenaikan tingkat suku bunga kredit.

"Pengaruh terbesar tentu adalah kenaikan suku bunga berdampak pada cost of fund bank," ujar Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Satyagraha. 

Alih-alih menahan laju penyusutan NIM, Bank Jatim sudah menyiapkan siasat diantaranya dengan fokus menggalang dana murah yakni tabungan.

Hal ini memang kerap dilakukan perbankan di tengah era kenaikan suku bunga kredit, sebab dengan cara ini beban bunga yang harus ditanggung perbankan bakal ikut menurun seiring adanya rekomposisi pendanaan yang beralih ke dana murah.

"Kami fokus menaikkan dana murah dengan melakukan beberapa strategi baik promosi dan pengembangan produk tabungan," katanya.

Sebagai informasi saja, NIM Bank Jatim per September 2018 tercatat sebesar 6,38%. Posisi ini mengalami penurunan dari periode yang sama tahun sebelumya sebesar 6,84%.

Lewat perbaikan komposisi pendanaan, Ferdian optimistis sampai akhir tahun pihaknya dapat menjaga NIM stabil di kisaran 6,4%.

Sementara itu sebelumnya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dalam paparan juga mencatatkan penurunan NIM sebesar 70 basis poin secara tahunan menjadi 7,61%. 
Merujuk pemberitaan yang dimuat Kontan.co.id, (24/10) lalu penurunan NIM ini juga disertai dengan menurunnya biaya dana ke level 3,41% dari tahun sebelumnya 3,47%.

Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo menilai penurunan NIM tersebut memang dikarenakan adanya biaya dana yang naik. Dalam rangka mengantisipasi penurunan NIM, BRI juga sudah mempunyai cadangan alternatif yakni dengan mendorong pendapatan berbasis komisi atau pendapatan non bunga lainnya.

Sampai akhir tahun, diproyeksi NIM BRI akan berada di level 7,5%. Seiring dengan adanya tren penurunan NIM, bank nomor wahid ini juga tengah berusaha melakukan efisiensi guna menurunkan biaya operasional serta melakukan perbaikan NPL dan biaya kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×