kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Inflasi masih tinggi, suku bunga bank sulit turun


Senin, 09 Juni 2014 / 20:24 WIB
Inflasi masih tinggi, suku bunga bank sulit turun
ILUSTRASI. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) membidik kenaikan angka produksi batubara tahun ini. Foto Dok ITMG


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Tingginya tingkat inflasi di Indonesia membuat suku bunga perbankan sulit turun. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengungkapkan, masih tingginya tingkat inflasi dan sulit turunnya secara permanen, turut mempengaruhi kenaikan suku bunga bank meski bank sentral menurunkan suku bunga acuan BI rate.

Mirza yang kembali dicalonkan sebagai calon tunggal DGS BI itu mengungkapkan, inflasi sulit turun secara permanen lantaran tingginya tingkat subsidi bahan bakar minyak (BBM). Sehingga, sekalipun subsidi BBM dikurangi, maka akan mempengaruhi kenaikan inflasi.

Inflasi Indonesia pada Mei 2014 tercatat masih 7,3% tertinggi diantara negara-negara di ASEAN seperti Malaysia 3,4%, Thailand 2,5%, Filipina 4,1%. "Itu sebabnya, biaya dana di negara-negara itu cukup rendah. Jika dilihat inflasi di Indonesia memang masih naik turun, selama tiga tahun terakhir inflasi sempat mencapai 4,3% pada Desember 2013," jelas Mirza dalam uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test di Komisi XI, Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/6).

Meski begitu, angka inflasi kembali merangkak naik pada Maret 2013 yang mencapai 5,9%. Lalu melonjak naik pada Agustus 8,79% pasca kenaikan harga BBM pada Juni 2013. Angka inflasi mulai dapat ditekan pada Januari 2014 yang 8,22% dan terus turun menjadi 7,25% pada Maret 2014.

"Untuk menekan inflasi, Bank Indonesia berusaha mengendalikan sisi permintaan dengan menaikkan suku bunga acuan. Sulit bagi BI menurunkan suku bunga acuan jika inflasi masih terus naik turun," ucapnya.

Mirza juga menyarankan perlunya reformasi struktural di bidang energi. Pemerintah, kata Mirza, perlu menghentikan ekspor batu bara sekarang ini.

Sebab, ada potensi penghentian permintaan ekspor dari Cina karena perlambatan ekonomi yang dalam lima tahun ke depan diperkirakan berada dikisaran pertumbuhan ekonomi pada 7%-7,5%. Selain pelambatan ekonomi dari negara tujuan ekspor itu, Indonesia juga bukanlah pemilik sumber daya alam batu bara dalam jumlah signifikan.

Batu bara Indonesia memiliki keterbatasan sehingga sewajarnya batu bara digunakan di dalam negeri, tidak di ekspor dan digunakan oleh luar negeri. Untuk menggenjot ekspor menurut Mirza, Indonesia harus mulai mengembangkan ekspor manufaktur.

Seperti diketahui, porsi ekspor manufaktur Indonesia baru di angka 15% terhadap PDB. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan Malaysia yang sudah diangka 21% terhadap PDB. Sementara ekspor manufaktur Thailand sudah sangat tinggi, yakni diangka 59%.

"Jadi, dalam kurun waktu 5 tahun ke depan memang harus ada perubahan drastis. Harus dirubah dari komoditas menjadi manufaktur," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×