Reporter: Nurul Kolbi, Nina Dwiantika | Editor: Edy Can
JAKARTA. Akhirnya, Bank Indonesia (BI) merampungkan aturan baru bisnis wealth management. Melenceng dari rencana sebelumnya, bank sentral hanya menerbitkan surat edaran, bukan Peraturan BI atawa PBI (Harian KONTAN, 19 Oktober 2011). Surat edaran ini menginduk pada PBI No 11/25/PBI/2009 tentang manajemen risiko.
Jika semua berjalan lancar, BI akan mempublikasikan paling lambat Kamis (8/12) mendatang. "Aturan siap beredar," kata Muliaman Darmansyah Hadad, Deputi Gubernur BI, Senin (5/12).
Meski bukan berupa PBI khusus, BI menilai aturan ini mampu memberikan kepastian hukum bagi perbankan dalam melayani nasabah prima. Wilayah abu-abu yang selama ini dimanfaatkan pegawai bank melakukan penyimpangan, sudah diminilisasi. BI berharap, regulasi ini meningkatkan rasa aman nasabah.
Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Wimboh Santoso menjelaskan, beleid ini lebih menekankan aspek kehati-hatian. Pokok-pokok yang masuk dalam surat edaran itu antara lain, definisi nasabah prima dan syarat nasabah prima. Sementara isi standard operating procedure (SOP) diserahkan ke masing-masing bank. BI hanya membuat garis besarnya. "BI juga tidak mengatur hingga jenis-jenis produk yang boleh atau tidak boleh ditawarkan bank," katanya.
Definisi nasabah prima diserahkan kepada masing-masing bank. Saat ini ada bank yang menentukan layanan wealth management dengan setoran minimum simpanan Rp 250 juta, Rp 500 juta, Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar.
Setelah membuat kategorisasi, bank menyusun SOP. BI menilai kepatuhan SOP terhadap manajemen risiko. Bank juga harus membuat rencana bisnis wealth management: target dana kelolaan dan target jumlah nasabah setahun. Bank wajib mengirim laporan ini ke BI setiap bulan.
Jauh sebelum merilis aturan ini, BI dan industri sudah merumuskan ulang SOP bisnis wealth management. Misalnya, rotasi wajib relationship manager, larangan transaksi menggunakan blangko kosong, verifikasi transaksi, pemasangan alat pemantau alias CCTV di setiap ruang transaksi, hingga penetapan kode etik pegawai dalam berhubungan dengan nasabah.
Jika tak melaporkan perkembangan bisnis wealth managementnya secara rutin, bank dikenai denda mulai dari Rp 1 juta, Rp 50 juta sampai Rp 100 juta. BI bisa membekukan layanan itu sementara waktu, jika bank melanggarnya.
Rudy Hamdani, Direktur OCBC NISP mengklaim, pihaknya telah memenuhi SOP sesuai keinginan BI. Misalnya, soal total kekayaan nasabah. "Setiap bulan kami mengirimkan lewat email dan hard copy seperti, soal berapa besar aset mereka yang tercatat," katanya.
OCBC NISP juga telah meningkatkan kemampuan petugas dalam menjelaskan produk investasi dan risikonya. "Petugas kami telah bersertifikat dan paham dengan produk," terang Rudy.
Liliawati Gunawan, Chief of Wealth Management Service Commonwealth Bank Indonesia, mengatakan, bank kian transparan dalam menjalankan bisnis ini. "Nasabah juga akan semakin cerdas dan terhindar dari salah penafsiran dari produk itu sendiri," terang Liliawati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News