Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyatuan pengelolaan dana pensiun pelat merah menjadi salah satu rencana yang sedang digarap kajiannya oleh Kementerian BUMN. Nantinya, IFG yang bakal menerima mandat tersebut. Dasar dari rencana tersebut adalah upaya penyehatan dan pengawasan pengelolaan investasinya.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga menjelaskan, tujuan utamanya ialah meningkatkan kontrol atas investasi yang dilakukan oleh para pelaku dana pensiun milik BUMN ini, berkaca pada peristiwa yang terjadi pada kasus di Jiwasraya maupun Asabri.
“Intinya, kita ingin semua lebih bersih, lebih terkontrol, tidak ada korupsi dan sebagainya,” ujar Arya kepada Kontan.co.id, Selasa (7/6).
Terkait rencana penggabungan, Arya bilang kajian yang saat ini sedang dilakukan juga untuk melihat apakah sebaiknya yang digabung itu dana pensiunnya atau hanya pengelolaan investasinya. Ia memastikan apapun bentuknya akan berada di bawah IFG.
Baca Juga: Simak Pengelolaan Aset Investasi Dapen BUMN yang Selanjutnya Akan Dikelola IFG
Selanjutnya, Arya bilang saat ini pihaknya beserta tim dari IFG sedang melakukan pengecekan terhadap dana pensiun yang dimiliki BUMN. Dan, penggabungan tersebut tidak dilakukan secara serentak melainkan bertahap.
“Nanti akan dihitung semua, di cek satu per satu, jadi masih kajian dan jelas arahnya. Bertahap, tidak serentak pasti,” imbuhnya.
Memang, jika melihat dari beberapa laporan keuangan pelaku dana pensiun, masih ditemukan beberapa defisit. Dimana, nilai kini aktuarial yang merupakan kewajiban dana pensiun lebih besar dibandingkan kekayaan yang dimiliki.
Contohnya, Dana Pensiun PLN yang dalam laporan tahunan 2020 tercatat nilai kekayaan senilai Rp 8,69 triliun, sementara nilai kini aktuarialnya sebesar Rp 10,55 triliun. Itu berarti rasio kecukupan dananya hanya sekitar 82,37%.
“Di Tahun 2020 Rasio Pendanaan Dapen PLN di bawah 100% namun memenuhi target Rencana Bisnis (Revisi) tahun 2020 Dapen PLN sekitar 82,07%,” tulis laporan tersebut dikutip Kontan, Selasa (7/6).
Disebutkan, rasio kecukupan yang tidak bisa mencapai 100% disebabkan oleh beberapa hal, seperti target imbal hasil yang tidak tercapai, defisit periode lalu yang masih dalam masa pelunasan sampai dengan September 2021, dan perubahan bunga teknis dari 9% menjadi 8.5%.
Tak sedikit berbeda, rasio kecukupan dana yang tidak bisa mencapai 100% pun dialami oleh Dana Pensiun Perkebunan. Dalam laporan tahunan 2020, rasio kecukupan dananya hanya 78,39% dengan kewajiban dana pensiun tersebut sebesar Rp 8,8 triliun.
Baca Juga: IFG Segera Kucurkan Modal ke IFG Life Rp 6,7 Triliun, Sudah Ada Lampu Hijau dari OJK
Namun, tak semua dapen pelat merah memiliki kinerja yang defisit. Ada pula yang memiliki kekayaan lebih besar dibandingkan nilai kewajibannya, salah satunya dana pensiun milik BNI.
Meskipun turun dari tahun sebelumnya, dapen BNI mengalami surplus pendanaan senilai Rp 168,1 miliar dengan rasio kecukupan dana sekitar 102,6% di tahun 2020. Angka tersebut turun dari tahun sebelumnya yang mencatat surplus sebesar Rp 363,2 miliar.
“Aset Netto dan Kekayaan Pendanaan pada tahun 2020 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2019), karena pengaruh dari pandemi covid-19,” tulis manajemen dalam laporan tahunan 2020 dikutip Kontan, Selasa (7/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News