kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Sektor Debitur Perbankan yang Masih Sulit Bangkit dari Dampak Covid-19


Minggu, 21 Agustus 2022 / 19:01 WIB
Ini Sektor Debitur Perbankan yang Masih Sulit Bangkit dari Dampak Covid-19
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi keuangan di kantor cabang Bank Mandiri Jakarta, Selasa (28/12).


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Restrukturisasi kredit perbankan yang terdampak Covid-19 semakin menurun seiring pulihnya bisnis beberapa debitur yang sempat jatuh. Kendati begitu, outstanding restrukturisasi tersebut masih cukup besar.

Sementara relaksasi restrukturisasi Covid-19 yang diberikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya berlaku hingga Maret 2023. Jika relaksasi itu tidak diperpanjang maka kemungkinan besar rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) perbankan akan melonjak mengingat restrukturisasi Covid-19 yang masuk kategori beresiko tinggi dan resiko menengah juga tinggi.

OJK mencatat total restrukturisasi Covid-19 perbankan per Juni 2022 mencapai Rp 576,17 triliun, telah berkurang Rp 87,3 triliun dari akhir tahun lalu.

Baca Juga: Laju Pertumbuhan Kredit Semakin Tinggi Dibandingkan Penempatan Dana Bank di SBN

Adapun restrukturisasi Covid-19 PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) secara konsolidasi mencapai Rp 62,9 triliun, atau sudah turun Rp 9,2 triliun dari akhir 2021. Dari jumlah itu, sekitar 3,5% sudah turun jadi NPL, 12,2% masuk dalam perhatian khusus, dan 84,1% masih dalam ketegori lancar.

David Pirzada Direktur Managemen Resiko BNI mengungkapkan, debitur yang sulit bangkit masih berasal dari sektor hotel, akomodasi, dan pariwisata, terutama di Bali yang memang mengandalkan lalu lintas turis mancanegara.  

"Kalau hanya dari peningkatan turis domestik saja, masih belum akan bisa mengangkat kondisi sektor pariwisata di Bali," kata David pada Kontan.co.id, Minggu (21/8).

Sementara sektor-sektor lainnya, kata David, sudah menunjukkan perbaikan walaupun terdapat tekanan karena kondisi ekonomi global.

BNI terus melakukan pemetaan terhadap debitur-debitur yang masih melakukan restrukturisasi Covid-19. Untuk mengantisipasi resiko kredit tersebut, David bilang, perseroan sudah melakukan pencadangan 20% terhadap seluruh portofolio restrukturisasi Covid-19.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencatat, restrukturisasi Covid-19 lebih tinggi lagi, yakni Rp 129,6 triliun. Namun, jumlah itu sudha berkurang Rp 27,4 triliun dari akhir tahun lalu. Dari angka itu, sekitar 8,3% sudah masuk ketegori NPL, 19,2% dalam perhatian khusus dan Rp 72,5% masih dalam kategori lancar.

Baca Juga: Jelang RDG Bank Indonesia, Simak Rekomendasi Saham-saham yang Menarik Dicermati

Agus Sudiarto, Direktur Manajemen Resiko BRI mengatakan, sebagian besar sumber penurunan ini berasal dari pembayaran cicilan pokok terutama dari debitur di segmen mikro.  

Sementara debitur yang kreditnya mengalami pemburukan itu berasal dari sektor perdagangan dan pelaku usaha jasa makanan dan minuman.

Untuk debitur yang belum bangkit, BRI terus memberikan perpanjangan restrukturisasi kepada debitur yang masih berjalan usahanya. "Kendati begitu, secara cash flow mereka belum bisa kembali ke kondisi sebelum Covdi-19, terutama yang tergantung dengan sektor wisata," kata Agus.

Guna mengantisipasi resiko restrukturisasi Covid-19, BRI sudah mengalokasikan total CKPN yang sangat memadai dimana NPL Coverage lebih dari  250%.  Sementara  pencadangan terhadap loan at risk (LAR) sudah lebih dari 41%.

PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan restrukturiasi Covid-19 secara konsolidasi sebesar Rp 75,5 triliun per Juni 2022 atau 6,6% dari total kredit perseroan, turun dari Rp 87,9 triliun pada Desember lalu.

Adapun restrukturisasi Covid-19 secara bank only mencapai 58,2 triliun, turun dari 67,7 triliun pada akhir tahun lalu.

Dalam materi presentasi laporan keuangan semester I 2022, Bank Mandiri merinci sekitra Rp 3,4 triliun dari restrukturisasi Covid-19 bank only itu sudah masuk kategori NPL, Rp 14,4 triliun dalam perhartian khusus, dan Rp 57,7 triliun masih lancar. Bank ini telah mengalokasikan pencadangan 19,5% terhadap restrukturisasi Covid-19 tersebut.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) secara bank only membukukan total restrukrurisasi kredit sebesar Rp 72,1 triliun per Juni 2021, turun dari 82,2 triliun pada akhir tahun lalu.

Baca Juga: Bisnis Unit Usaha Syariah (UUS) Perbankan Terus Mengalami Pertumbuhan

Adapun PT Bank CIMB Niaga Tbk secara konsolidasi mencatatkan kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 19,03 triliun atau 10% dari total kreditnya, turun dari Rp 21,59 triliun pada Desember.

Sedangkan secara bank only, restrukturisasi Covid-19 bank ini tinggal Rp 5,98 triliun atau 3,2% dari total kredit, turun dari Rp 7,52 triliu pada akhir tahun lalu.

Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan menilai masih membutuhkan perpanjangan restrukturisasi.  “Kebanyakan ini merupakan debitur yang benar-benar terdampak Covid-19 seperti hospitality dan dari Bali dan Lombok. Kami anggap mereka masih berat, lewat Perbanas, CIMB Niaga beraudiensi dengan regulator dan pemerintah agar relaksasi diperpanjang,” ujar Lani.

Lani menyatakan usul agar perpanjangan bisa dilakukan dengan tambahan satu tahun lagi. Namun, perpanjangan relaksasi ini untuk segmen dan daerah tertentu saja yang benar-benar membutuhkan bantuan, dan memiliki performa yang bagus sebelum Covid-19.

Meski dampak pandemi Covid-19 mulai berangsur mereda, para pengusaha dari Provinsi Bali masih berharap restrukturisasi kredit bisa diperpanjang hingga tiga tahun mendatang.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali Agus Widura menyatakan, Bali menyatakan para pengusaha Bali masih mengalami kesulitan arus kas.

“Harapan saya, pertama, semoga restrukturisasi di Bali dapat terealisasi hingga 2025. Kedua, PMK 27 dapat dikawal dan direalisasikan di Bali,” ujarnya secara virtual.

Baca Juga: Bank BNI Perkuat Literasi dan Perlindungan Nasabah untuk Menangkis Serangan Siber

OJK  mengklaim telah melakukan berbagai langkah konkret untuk mendorong dunia usaha yang terdampak pandemi di Bali. Salah satu cara yang ditempuh oleh OJK yakni mengenai wacana perpanjangan restrukturisasi kredit.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan, keseluruhan ekonomi dan sektor sudah berbeda saat ini. Ia mengaku ada beberapa sektor sudah sangat pulih, ada yang cukup pulih, bahkan ada yang belum.

Ia mengimbau komitmen dari pemerintah baik melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN). Komisi Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), hingga Bank Indonesia agar bisa mendukung kebijakan sehingga bisa mendukung restrukturisasi kredit.  “Diperlukan komitmen bersama mendukung rencana perpanjangan restrukturisasi kredit,” tambahnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×