Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
Sebagaimana terkandung dalam UU Nomor 40 tahun 2014 ini disebutkan bahwa semua perusahaan asuransi wajib untuk menjadi anggota LPP. Padahal, saat ini masih ada perusahaan-perusahaan asuransi yang bermasalah dan memiliki masalah yang berat, sehingga sangat tidak memungkinkan jika LPP ini dibentuk saat ini akan membebani LPP nantinya.
“Ini yang mungkin membuat, pemerintah maju mundur untuk membuat LPP. Karena seperti diketahui, bahwa saat ini ada beberapa perusahaan asuransi yang bermasalah dan masalahnya juga tidak kecil. Jadi kalau perusahaan bermasalah ini dimasukkan ke dalam Lembaga Penjamin Pemegang Polis, maka LPP-nya langsung akan bangkrut," ujar Togar.
Menurut Togar, harus ada aturan tertentu dalam UU yang baru. Ia mengusulkan, dalam 3 tahun berturut-turut perusahaan yang menjadi anggota itu harus profit, RBC di atas 120%. Selain itu, menetapkan iuran berdasarkan risiko dari perusahaan tersebut. Kalau perusahaan itu punya produk yang risikonya tinggi, maka iurannya lebih mahal.
Selain itu, Togar juga mengusulkan agar premi iuran juga dihitung dari Modal Minimum Berbasis Risiko (MMBR). Intinya, semakin berisiko, semakin besar pula iuran premi yang dibayarkan kepada lembaga penjamin polis.
Baca Juga: AAJI: LAPS SJK Saluran Resmi dan Independen Penyelesaian Masalah Asuransi
Dalam kajiannya dengan pemerintah, Togar mengungkapkan bahwa AAJI sudah memberikan banyak usulan yang cukup komprehensif. Bahkan kajian dari studi ke beberapa negara juga telah disampaikan. Beberapa negara yang juga sudah menerapkan LPP antara lain dari Kanada, Hongkong, Thailand, dan Malaysia.
Menurutnya, keberadaan lembaga ini sangat membantu sebagai salah satu alat check & balance sehingga perusahaan asuransi tidak sembarangan membuat dan menjual produk yang tidak wajar. Mereka tidak meng-cover manfaat investasi, hanya manfaat proteksi saja.
Togar mencontohkan, di Kanada jika perusahaan asuransi itu bangkrut maka aset perusahaan itu akan disita oleh yang berwajib atau pihak kepolisian. Hal itu pula yang menjadi salah satu poin yang diusulkan AAJI kepada pemerintah agar dalam proses pembentukan LPP harus memiliki agreement dengan pihak kepolisian, kejaksaan, KPK dan lainnya.
“Sehingga jika terjadi kebangkrutan, semua aset perusahaan tersebut disita sehingga tidak ada aset yang berpindah tangan. LPP di negara lainnya seperti Thailand, Hongkong, dan Malaysia ada kemiripan hanya saja dari kebijakan penyitaan aset itu saja yang membedakannya,” pungkas Togar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News