Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perbankan bakal mendapat sumber likuiditas baru. Pemerintah akan memberikan potongan pajak penghasilan (PPh) pada penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di bank-bank tanah air.
Juda Agung, Direktur Eksekutif Bidang Moneter dan Ekonomi Bank Indonesia (BI), menyatakan, kebijakan tersebut berpotensi menarik dana dari luar negeri. “Perbankan dalam negeri akan memperoleh sumber dana likuiditas valuta asing (valas),” katanya, Jumat (26/2).
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26/PMK.010/2016 yang terbit kemarin menyebutkan, DHE yang disimpan dalam bentuk deposito rupiah hanya kena pajak 7,5% untuk tenor satu bulan. Kemudian, pajak 5% untuk deposito tenor tiga bulan, dan pajak 0% buat tenor enam bulan atau lebih.
Pajak DHE rupiah lebih rendah ketimbang dollar Amerika Serikat (AS). Contoh, DHE dollar AS yang disimpan dalam deposito jangka waktu satu bulan wajib membayar pajak 10%. Sementara deposito tenor tiga bulan, enam bulan, dan seterusnya akan kena pungutan PPh masing-masing sebesar 7,5%, 2,5%, dan 0%.
Achmad Baiquni, Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI), menilai, insentif pajak DHE dalam deposito akan menarik eksportir untuk menempatkan dananya di dalam negeri. Dia berharap, eksportir menaruh uangnya dalam rupiah untuk melonggarkan likuiditas rupiah.
“Jika likuiditas di pasar tinggi, ini akan mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit,” kata Baiquni. Hanya, BNI belum menghitung potensi likuiditas yang bisa diraih. Namun, mereka tertarik mengembangkan produk untuk menyedot DHE, agar bisa mendapatkan likuiditas lebih banyak lagi.
Sementara, Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama Bank Central Asia (BCA), mengharapkan, para eksportir memilih menempatkan dana di bank dalam negeri dengan jangka waktu yang panjang. Sebab, "Kalau disimpan dalam jangka waktu pendek, efeknya hanya sedikit," tegasnya.
Kejar dana murah
Yang jelas, bank belum akan duduk tenang menunggu aliran likuiditas segar. BNI, misalnya. Mereka berharap mengantongi likuiditas murah lewat pembentukan induk usaha (holding) lembaga keuangan BUMN.
Menurut Baiquni, holding lembaga keuangan BUMN bermanfaat untuk mencari dana nonkonvensional nan murah. Misalnya, pinjaman bilateral. “Bila ada holding, kami akan mendapatkan harga pinjaman yang lebih rendah,” ujar Baiquni. BNI sendiri tahun ini berencana memburu pinjaman bilateral untuk memenuhi kebutuhan penyaluran kreditnya.
Selain pinjaman bilateral, sejumlah bank pun gencar memburu dana murah dalam bentuk giro dan tabungan (CASA). Tahun ini, Bank Mandiri berambisi mendongkrak CASA dengan mematok pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 12%. Sedangkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) menargetkan DPK lebih tinggi yakni naik 15%.
Selain insentif DHE, likuiditas bank melonggar karena setoran giro wajib minimum (GWM) yang turun 100 basis poin (bps) menjadi 6,5%. Tahun lalu, DPK perbankan hanya naik sebesar 7,3%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News