Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank besar atau bank dari jajaran kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 4 dan 3 telah melaporkan kinerjanya pada 2024. Secara umum, bank-bank dari jajaran KBMI 4 masih mencatatkan pertumbuhan laba meskipun rata-rata pertumbuhannya hanya single digit.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi bank di jajaran KBMI 4 yang membukukan pertumbuhan laba dobel digit yakni 12,73% secara tahunan atau year on year (yoy) mencapai Rp 54,85 triliun.
Adapun PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) hanya membukukan pertumbuhan laba single digit dengan masing-masing tumbuh 1,31%, 2,65%, dan 0,36%.
Baca Juga: IHSG Diprediksi Melemah Lagi, Simak Rekomendasi Saham untuk Rabu (12/2)
Sementara di jajaran bank KBMI 3 yang sudah merilis kinerjanya, PT Bank Syariah Indonesia (BRIS) berhasil membukukan pertumbuhan laba 22,83% yoy mencapai Rp 7 triliun.
Selanjutnya PT Bank OCBC NISP (NISP) berhasil membukukan laba Rp 4,86 triliun meningkat 18,97% yoy. Sedangkan PT Bank Tabungan Negara (BBTN) mencatatkan penurunan laba 14,11% yoy menjadi Rp 3 triliun.
Jika dilihat dari kinerja keuangan, bank-bank ini mengalami perlambatan pertumbuhan pendapatan bunga atau interest income. Alhasil net interest income atau pendapatan bunga bersih mereka pun tumbuh mini.
Pendapatan bunga bersih BBCA, BMRI, BBRI hanya tumbuh 9,76% yoy, 6,12% yoy, dan 3,39% yoy. Adapun di jajaran KBMI 3 BRIS dan NISP mencatatkan pertumbuhan masing-masing 8,26% yoy dan 11,44% yoy.
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Saham Bank Besar di Tengah Potensi Cuan dari Dividen
Berbeda dengan BBNI dan BBTN yang mencatatkan penurunan pendapatan bunga bersih 1,93% yoy dan 13,90% yoy.
Berbagai tantangan masih menerpa industri perbankan. Seperti adanya tantangan likuiditas yang diperkirakan pengetatan berlanjut di tahun ini. Oleh karena itu sejumlah perbankan telah menyiapkan strategi dalam mendorong pertumbuhan di 2025.
Direktur Utama BRI Sunarso menyatakan bahwa pemulihan ekonomi global masih dibayangi ketidakpastian, terutama akibat kebijakan proteksionis dan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap Tiongkok, Meksiko, dan Kanada. Kebijakan ini berpotensi memicu perang dagang.
Selain itu, kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve, yang cenderung hawkish, juga menjadi tantangan tersendiri bagi pertumbuhan ekonomi domestik.
“Terutama mungkin kita tidak bisa berharap banyak tentang penurunan suku bunga. Dan juga kebijakan proteksi ini akan menimbulkan perang dagang,” kata Sunarso saat Paparan Kinerja perseroan, Rabu (12/2).
Baca Juga: Ada Peluang Genjot Pasar Ekspor, Tengok Rekomendasi Saham Mark Dynamics (MARK)
Di sisi lain, Sunarso juga menyoroti tantangan likuiditas yang masih ketat, terutama dengan potensi kenaikan suku bunga The Fed dan dampak perang dagang terhadap nilai tukar mata uang asing.
“Dan yang pasti responsnya paling instan adalah menaikkan suku bunga. Itu artinya akan ada tantangan di likuiditas,” ujarnya.
Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan tersebut, pihaknya akan berhati-hati dengan menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 7%-9% pada tahun ini, serta menjaga net interest margin (NIM) di level 7,3-%7,7%.
Sementara Direktur Keuangan dan Strategi BMRI, Sigit Prastowo, menyatakan pihaknya sudah menyiapkan strategi untuk mengatasi tantangan likuiditas tahun ini, yakni melalui transaksi dana murah.
“Tantangan likuiditas tentu masih akan terus terjadi. Tapi kita dengan strategi yang sudah di siapkan, fokus ke transaksi, dana murah,” ucap Sigit.
Menurutnya, dengan berfokus pada pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ke depannya diharapkan dapat mendukung pertumbuhan penyaluran kredit dari Bank Mandiri. Pada tahun ini BMRI menargetkan pertumbuhan kredit di rentang 10%-12%, sementara DPK diperkirakan tumbuh 1%-2%.
Senior Investment Information Mirae Asset, M. Aditya Nugroho menilai, dari rilis laporan keuangan perbankan yang sudah keluar, problemnya ada pada pengetatan likuiditas.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Mark Dynamics (MARK) di Tengah Kenaikan Tarif Impor AS Untuk China
Sehingga menurut Aditya bank-bank harus meningkatkan cost of fund nya untuk dapat menghimpun dana pihak ketiga, agar dapat mengimbangi permintaan kredit. "Untuk fundamental perbankan sendiri tetap solid, dengan rasio-rasio keuangan yang terjaga, serta pendapatan yang masih bertumbuh," katanya.
Kinerja saham bank-bank besar ini juga terlihat tengah runtuh. Harga saham BBRI misalnya, pada perdagangan Rabu (12/2) berada di level 4.030, naik tipis 0,50%. Sejak awal tahun 2025, harga saham BBRI terakumulasi melemah 180 poin atau 4,28%. Lalu, dalam setahun terakhir, harga saham BBRI terjun 33,11%
Adapun harga saham BMRI berada di level 4.940, naik 60 poin atau 1,23% dibanding sehari sebelumnya. Sejak awal tahun 2025, harga saham BMRI terakumulasi menyusut 910 poin atau 15,56%. Sedangkan sejak setahun terakhir, harga saham BMRI telah anjlok 30,42%.
BBTN sahamnya meningkat 1,09% ke level 930 pada perdagangan hari ini. Sementara sejak awal tahun 2025, harga saham BBTN telah merosot 21,85%, dan secara tahunan sahamnya turun 31,62%.
Sedangkan harga saham BBCA pada Rabu ini berada di level 9.150, naik 75 poin atau 0,83% dari sehari sebelumnya. Sementara secara Ytd saham BBCA telah terkoreksi 750 poin atau 7,58%.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham dan Catatan dari Analis Saat Sektor Energi Sedang Lunglai
Lain hal dengan tren saham BRIS yang melemah ke level 3.000 atau turun 50 poin atau 1,64% pada Rabu ini. Walau demikian, sejak awal tahun 2025, harga saham BRIS naik 220 poin atau 7,91%.
Head Online Trading BCA Sekuritas, Achmad Yaki menilai, penurunan harga saham bank sejak awal tahun lebih karena tekanan jual asing yang masih berlanjut dan pertumbuhan kinerja yang cenderung lebih soft.
"Tapi ke depan masih akan menarik untuk tetap tumbuh kinerjanya meski OJK proyeksinya hanya akan tumbuh 9%-11% lebih rendah dari proyeksi BI di 10%-13%," kata Yaki.
Yaki juga menilai, bank-bank besar ini masih memiliki bisnis yang kuat, dan pemerintah tidak akan membiarkan kinerja bank-bank tersebut menurun karena kontribusi dari setoran dividennya ke kas negara cukup besar.
Baca Juga: Kinerja MAPI Diproyeksikan Tumbuh 16%, Begini Rekomendasi Ina Sekuritas
Menurut Yaki akumulasi buy on weakness menarik untuk saham saham big bank terutama BBCA BMRI BBNI.
Yaki pun merekomendasikan BBCA trading buy dengan target terdekat di Rp 10.250, BBRI hold dengan target pasar Rp 4.400, BBNI buy Rp 6.075, BMRI buy dengan target pasar Rp 7.250, BBTN buy Rp 1.700, BJBR buy dengan target pasar Rp 1.450.
Selanjutnya: NPF Paylater Perusahaan Pembiayaan Terus Merangkak Naik, Ini kata Pengamat
Menarik Dibaca: Pentingnya Verifikasi Manusia Anti Robot di Era Transformasi Digital
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News