Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, sampai Oktober 2021 jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK berkurang menjadi 104 penyelenggara dari bulan sebelumnya yang berjumlah 107 penyelenggara.
Sementara, per Desember 2020 tercatat ada lebih dari 160 penyelenggara, berkurang drastis hingga menjadi 104 penyelenggara pada Oktober 2021.
Berdasarkan data OJK, terdapat dua pembatalan tanda bukti terdaftar fintech lending, yaitu PT Digital Tunai Kita dan PT Kapital Boost Indonesia dikarenakan ketidakmampuan penyelenggara meneruskan kegiatan operasional.
Dengan demikian jumlah penyelenggara fintech lending berizin dan terdaftar berjumlah 104 penyelenggara.
Adapun dari 104 penyelenggara fintech lending berizin dan terdaftar, hanya tinggal tiga penyelenggara fintech lending dengan status masih terdaftar, yaitu, PT Kas Wagon Indonesia; PT Mapan Global Reksa; dan PT Pintar Inovasi Digital.
Baca Juga: Permintaan Banyak, Produk Dana Tunai Multifinance Diyakini Masih Bisa Tumbuh
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan menjelaskan, secara umum, ketiganya tidak memenuhi persyaratan modal minimum untuk melanjutkan kegiatan operasional dan meningkatkan kinerja, sehingga memilih untuk mengembalikan status terdaftarnya.
Sebagai gambaran, Dalam POJK No. 77/2016 yang berlaku sekarang persyaratan modal disetor minimal Rp 2,5 miliar dan menurut Bambang hal tersebut terlalu kecil. Tahun depan, OJK berencana akan menambah modal itu bertahap sampai minimal Rp 12,5 miliar.
Kendati jumlah penyelenggara terus berkurang, ia memperkirakan, ke depan, minat investor baru untuk membangun dan memperoleh izin usaha kegiatan Peer to Peer Lending akan tetap tinggi meskipun persyaratan dan ketentuannya, seperti permodalan, serta kualitas penyelenggara ditingkatkan (pasca moratorium).
"Hal ini antara lain karena market borrower di Indonesia masih terbuka luas, terutama sektor produktif (mikro dan kecil) dan sektor konsumtif (multiguna)," kata Bambang kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Sementara itu, Bambang belum melihat adanya kesempatan aksi merger atau akuisisi dari pemain fintech lending yang memiliki pangsa pasar yang besar. "Sejauh ini belum ada tren seperti itu," ucapnya.
Bambang mengatakan, dalam menjaga likuiditas perusahaan, para pemain fintech P2P harus melakukan perbaikan kualitas tata kelola, mitigasi risiko (credit scoring yang andal), ekosistem P2PL, perlindungan konsumen, dan infrastruktur IT.
"Sehingga kinerjanya bagus secara berkelanjutan. Apabila kinerja dan reputasi membaik, diyakini hambatan pendanaan otomatis akan teratasi," imbuh Bambang.
Asal tahu saja, sejauh ini OJK telah memfasilitasi sektor jasa keuangan untuk melakukan pengembangan digital melalui berbagai kebijakan dan hasilnya cukup menggembirakan. Pertama, bank yang memiliki layanan perbankan digital ada 22 bank dan 10 diantaranya sudah memiliki layanan open banking.
Baca Juga: Lender Fintech Lending Ketagihan Memberikan Pinjaman, Ini Penyebabnya
Di mana terdapat Fintech P2P saat ini berjumlah 104 penyelenggara dengan akumulasi penyaluran pinjaman di akhir Oktober 2021 mencapai Rp 272,43 triliun dan outstanding pinjaman Rp 27,4 triliun.
OJK juga memiliki 7 penyelenggara securities crowdfunding dengan dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 369,5 miliar.
Selanjutnya, OJK juga memiliki OJK Infinity sebagai wadah regulatory sandbox Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang terdiri dari 15 klaster IKD.
Hingga saat ini tercatat ada 83 IKD dan kontribusinya kepada ekonomi sudah mencapai Rp 9,8 triliun sejak 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News