Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
Meski belum rampung, Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN sekaligus Direktur Utama Bank Mandiri Syariah Hery Gunardi bilang bank hasil merger itu nantinya akan memiliki modal inti Rp 20,4 triliun. Malah pihaknya menargetkan di tahun 2022 bank yang dinamai Bank Syariah Indonesia ini bisa naik ke BUKU IV dengan modal inti minimum Rp 30 triliun.
Aksi konglomerasi keuangan juga marak dilakukan oleh konglomerat. Salah satunya Chairul Tanjung (CT) lewat perusahaannya PT Mega Corpora.
Aksi yang dilakukan tahun lalu oleh CT yakni mengambilalih saham PT Bank Harda Internasional Tbk lewat pembelian 3,08 miliar saham atau sekitar 73,71% modal disetor. Selain itu, Mega Corpora belum lama ini juga melakukan penyetoran modal sebesar Rp 100 miliar ke PT BPD Bengkulu (Bank Bengkulu) pada 28 Desember 2020.
Baca Juga: Hore! BI dan bankir sepakat bunga kredit tetap melandai di tahun ini
Menurut Ekonom dan Direktur riset CORE Piter Abdullah sangat wajar perbankan mendominasi konglomerasi keuangan. Tidak hanya di Indonesia. "Wajar saja, karena memang hampir semua transaksi keuangan pada akhirnya bermuara ke bank," terangnya kepada Kontan.co.id, Senin (25/1).
Lebih lanjut Dia mengatakan, tren ini pun ke depan akan berlanjut dan semakin besar. Apalagi, di dalam negeri bank-bank besar memang kerap mengakuisisi bank-bank kecil.
Hal ini tentu perlu disambut positif, sebab aksi korporasi semacam itu bisa memperbaiki struktur perbankan di Indonesia yang saat ini terlalu banyak bank kecil. Sekaligus membuat segmentasi pasar perbankan semakin kuat, yang kemungkinan menghambat transmisi kebijakan moneter.
"Konglomerasi perbankan juga bisa membantu percepatan digitalisasi di sektor keuangan. Karena digitalisasi tentu membutuhkan dana yang besar dan bisa dipenuhi lewat konglomerasi," pungkasnya.
Selanjutnya: Nasabah tajir tetap loyal menyimpan dananya di bank
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News