kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Kredit Investasi Perbankan Masih Mini


Selasa, 26 Agustus 2008 / 23:34 WIB


Reporter: Arthur Gideon | Editor: Test Test

JAKARTA. Pertumbuhan kredit perbankan pada semester pertama 2008 yang mencapai 31% memang mengesankan. Hanya saja, bila menelisik lebih dalam,  guyuran deras kredit ini nyatanya tak sepenuhnya mengalir ke sektor produktif yang menyerap tenaga kerja. 

Data Bank Indonesia menyebutkan, hingga semester pertama tahun ini, total penyaluran kredit industri perbankan mencapai Rp 1.148,4 triliun. Urutan pertama dalam kucuran kredit adalah kredit modal kerja yang tumbuh 52,8% atau Rp 606,99 triliun. Posisi kedua adalah kredit ke sektor konsumsi sebesar Rp 328,12 triliun.

Adapun dana yang mengalir ke kredit investasi hanya tumbuh 28% saja. Pada Juni 2007, nilai kredit investasi perbankan sebesar Rp 166,09 triliun. Sedangkan Juni tahun ini nilainya cuma naik menjadi Rp 213,34 triliun. Mungilnya porsi kredit investasi ini tak banyak mendorong terciptanya lapangan kerja seperti harapan pemerintah.

Dalam analis Direktur Korporasi PT Bank Mega Tbk Daniel Budirahaju, kredit modal kerja tumbuh paling mekar lantaran terpicu dengan kenaikan harga komoditi pangan dan minyak dunia  yang naik tinggi.

Akibatnya, banyak perusahaan atau produsen komoditi membutuhkan modal kerja untuk menggenjot produksinya. "Otomatis kebutuhan ke modal kerja juga bertambah, karena stok komoditi sudah naik," tuturnya, Selasa (26/8).

Kondisi berbalik terjadi pada kredit investasi. Karena harga bahan baku makin mahal, perusahaan memilih menunda rencana perluasan usaha atau penambahan kapasitas produksi. Banyak pengusaha takut kalau  hasil produksi mereka tak terserap oleh pasar. Maklum saja, loncatan harga minyak dan kenaikan harga komoditi menyebabkan daya beli masyarakat turut mengalami penurunan.

Tak hanya itu saja. Menurut Direktur Komersial Bank Bukopin Mikrowa Kirana, kredit investasi tergolong seret lantaran industri kini juga sedang mengalami masalah. Misalnya, proyek investasi besar seperti pembangunan jalan tol, pembangkit setrum, waduk dan infrastruktur lainnya masih terhambat dengan masalah pembebasan lahan. "Inilah yang menyebabkan kredit belum mengalir," tuturnya.

Lantaran itu pula, banyak bank yang juga memilih berhati-hati dalam mengucurkan kredit ke sektor investasi. Kehati-hatian itulah yang membuat pertumbuhan kredit ke sektor investasi lebih pelan dibandingkan dengan sektor lainnya.

Namun Daniel dan Mikrowa sepakat kalau kredit bank mengalir lancar ke sektor konsumsi, utamanya ke kredit pembelian kendaraan bermotor, rumah dan apartemen. Bank cenderung memilih kucuran kredit ke sektor ini lantaran risikonya yang terbilang kecil.

Selain itu, secara nominal kredit konsumsi di tiap debitur jumlahnya tak begitu besar. Dengan adanya jaminan rumah, mobil atau apartemen, bank lebih yakin dalam mengucurkan kreditnya ke sektor konsumsi . Bank pun tak ragu memilih bekerjasama atau joint financing dengan multifinance dalam kredit pembelian mobil dan motor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×