Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Meskipun outstanding penyaluran pembiayaan melempem di tahun lalu, namun perusahaan multifinance berhasil menurunkan rasio kredit macetnya.
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), posisi non performing financing (NPF) atau industri tahun lalu berada di kisaran 1,41%. Rasio kredit macet ini terkoreksi 0,21% dari tahun 2013 yang tercatat berada di angka 1,62%.
Adapun NPF industri multifinance tahun lalu terhitung masih jauh dari ketentuan yang ditetapkan OJK. Dalam POJK nomor 29 pasal 31 ayat 3 mengatakan bahwa maksimal angka NPF setelah dikurangi cadangan penghapusan piutang pembiayaan wajib paling tinggi sebesar 5% dari total pembiayaan. Sehingga, pencapaian NPF industri tahun lalu masih jauh dari batas maksimal tersebut.
Memang dalam kurun lima tahun terakhir, secara keseluruhan angka NPF industri kian turun.
Terhitung pada tahun 2010 lalu, NPF industri multifinance berada di posisi 2,27% dan turun menjadi 1,99% pada tahun berikutnya. Memang rasio NPF ini sempat naik tipis menjadi 2,03% pada tahun 2012. Tetapi sejak saat itu, rasio kredit macet multifinance menunjukkan tren penurunan.
Suwandi Wiratno, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menjelaskan, tren yang baik tersebut timbul karena para pelaku sudah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan bisnisnya. Sehingga, portofolio pembiayaan perusahaan pun membaik.
"Ada juga karena peraturan uang muka. Prinsip kehati-hatian sudah dijalankan jadi sudah biasa," katanya. Pada November 2014, OJK mengeluarkan beberapa peraturan untuk perusahaan pembiayaan.
Dalam pasal 17 POJK nomor 29/POJK.05/2014 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan, disebutkan bahwa bagi kendaraan roda dua dan tiga, minimum pembayaran uang muka (down payment/DP) sebesar 20%.
Bagi kendaraan roda empat untuk tujuan produktif minimum dikenakan DP 20% dan jika akan digunakan untuk tujuan non produktif alias multi guna, maka minimum DP sebesar 25%.
Dengan adanya ketentuan besaran DP ini, para pelaku multifinance dapat fokus pada kualitas pembiayaannya dan tidak sembarangan menyalurkan kredit.
Selain prinsip kehati-hatian, menurut Suwandi, guna menurunkan angka NPF, multifinance juga menerapkan manajemen risiko yang baik yang juga tercantum di POJK yang sama pasal 18.
"Makanya POJK yang baru ada tentang tata kelola, itu kan biar lebih hati-hati lagi," pungkasnya.
Tahun lalu, wasit industri keuangan menerbitkan POJK nomor 30/POJK.05/2014 tentang tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan pembiayaan.
Sementara itu, Suwandi menganggap posisi NPF sangat penting untuk dijaga. Alasannya, dengan besaran NPF yang rendah, maka pendapatan perusahaan juga dapat meningkat. Menurunnya porsi kredit bermasalah juga dapat berimbas pada portofolio pembiayaan yang baik serta memudahkan perusahaan untuk memperoleh sumber pendanaan, misalnya dari pinjaman bank. Umumnya, NPF merupakan salah satu faktor yang menentukan keputusan perbankan dalam memberi pinjaman. NPF MULTIFINANCE 2010 -> 2,27% 2011-> 1,99% 2012 -> 2,03% 2013 -> 1,62% 2014 -> 1,41%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News