Reporter: Nurul Kolbi |
JAKARTA. Ancaman kekeringan likuiditas valas mungkin ada benarnya. Ini terlihat dari realisasi penyaluran kredit dan pertumbuhan dana pihak ketiga valas sepanjang 2011. Sejumlah bankir meyakini tren tersebut akan tetap berlanjut pada tahun ini.
Data Statistik Perbankan Indonesia terbaru menunjukkan, penyaluran kredit valas perbankan mencapai Rp 361,14 triliun per Desember 2011. Jumlah tersebut tumbuh 32% dari posisi yang sama tahun 2010 (yoy) senilai Rp 273,45 triliun. Sementara DPK hanya naik 10,9%, dari Rp 348,30 triliun menjadi Rp 386,45 pada periode yang sama.
Jika laju kredit lebih kencang dari DPK, lalu dari mana bank menutup selisihnya? Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Tbk, pernah mengatakan, ada kemungkinan bank menggunakan rekening nostro atau dana milik orang di bank luar negeri. Ini dana menganggur yang bersifat jangka pendek, karena itu harganya lebih mahal ketimbang tabungan maupun deposito valas.
Indonesia memang kebanjiran valas, tetapi sebagian besar bersifat jangka pendek (hot money). Selain itu, persebarannya tidak merata. Hal inilah yang menimbulkan persepsi pengetatan likuiditas valas.
Bankir memprediksi situasi tersebut bakal berlanjut pada 2012, kendati tekanananya tidak sekencang tahun lalu. Selain karena permintaan kredit valas bakal menurun sebagai imbas perlambatan ekonomi global, pasokan valas dalam negeri juga akan meningkat. Ini efek positif kebijakan lalu lintas devisa ekspor yang mewajibkan eksportir menerima pembayaran lewat perbankan domestik.
Perry Warjiyo, Direktur Riset dan Kebijakan Moneter BI, peningkatan pasokan valas milik eksportir ke dalam negeri baru akan terlihat pada semester II-2012. Menurut estimasi BI, potensi valas milik eksportir yang belum masuk ke Indonesia mencapai Rp US$ 31 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News