Reporter: Roy Franedya, Nina Dwiantika |
JAKARTA. Kekhawatiran efek krisis global mulai merangsek ke industri perbankan Tanah Air. Bank-bank bersiap mengamankan brankas valuta asing (valas)dengan mulai membatasi penyaluran kredit valas.
Antisipasi ini sejalan dengan peringatan ekonom tentang potensi perlambatan ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat. Jika kekhawatiran itu terbukti, aktivitas perdagangan dunia akan menurun. Imbasnya menjalar ke negara lain, termasuk Indonesia.
Salah satu bank yang mengerem pemberian kredit valas adalah Bank BNI. Bank pelat merah ini kini menutup peluang bagi calon debitur baru untuk permintaan kredit valas. Bank berlogo angka 46 ini hanya melayani pencairan undisbursed loan atau kredit yang sudah disetujui, tapi belum ditarik nasabah.
Demi mengompensasi penghentian pemberian kredit valas baru, BNI akan menggenjot penyaluran kredit berdenominasi rupiah. BNI akan meningkatkan aliran kredit ke delapan sektor industri. Antara lain agribisnis, konstruksi, komunikasi, listrik, pertambangan, minyak dan gas serta konsumer dan ritel. "Ini untuk mencapai target penyaluran kredit kami tahun ini antara 17%-18%," kata Direktur Utama BNI, Gatot Murdiantoro Suwondo, Rabu (28/9)
Bank Central Asia (BCA) menempuh cara berbeda. Bank milik Grup Djarum membatasi pinjaman valas yakni maksimal US$ 1,5 miliar per debitur
Sementara bank milik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Mutiara memilih membatasi kredit valas maksimal 10% dari total kredit. Saat ini penyaluran kredit valas hampir mendekati batas itu. Hingga akhir tahun, bank ini menargetkan kredit sebesar Rp 9,89 triliun, tumbuh 56,8% dibandingkan tahun lalu.
Direktur Tresuri dan Internasional Bank Mutiara, Ahmad Fajar mengatakan, dalam menyalurkan kredit valas, pihaknya akan mengedukasi nasabah menggunakan fasilitas lindung nilai (hedging), seperti instrumen swap atau futures. "Kami juga akan meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit valas. Kredit sebaiknya ke negara-negara yang tidak mengalami krisis ekonomi," ujarnya.
Sementara Bank Danamon, jagoan di bisnis trade finance, menilai, posisi kredit valasnya saat ini masih sangat aman. Di Danamon baru 8% dari total kredit. "Kami hanya memberikan kredit valas ke pelaku usaha trade finance, di luar sektor itu hanya memperoleh pinjaman rupiah," tandas Direktur Keuangan Danamon, Vera Eve Lim.
Berdasarkan data Bank Indonesia, hingga Juli 2011, kredit valas industri perbankan mencapai Rp 309,34 triliun dengan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 354,61 triliun. Artinya, LDR valas perbankan sudah 87,23%.
Kelompok bank campuran dan asing mencatatkan LDR valas tertinggi, masing-masing 121,65% dan 118,98%. Dengan kata lain, kondisi likuiditas di kedua kelompok bank ini sangat ketat. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News