Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) masih melanjutkan tren gagal cuan sejak 2012. Tahun lalu, perusahaan baja pelat merah ini masih mencatatkan rugi bersih senilai US$ 77,16 juta.
Meskipun nilai kerugian memang lebih rendah dibandingkan rugi bersih pada 2017 senilai US$ 86,09 juta, namun beban keuangan perseroan justru makin berat.
Pada 2018 lalu, perseroan menanggung total liabilitas US$ 2,49 miliar, dengan perincian liabilitas jangka pendek US$ 1,59 miliar, dan liabilitas jangka panjang US$ 899,43 juta.
Nilai tersebut meningkat 10,45% (yoy) dibandingkan 2017 senilai US$ 2,26 miliar. Perinciannya US$ 1,36 miliar berupa liabilitas jangka pendek, dan US$ 899,67 juta berasal dari liabilitas jangka panjang.
Utang yang menggunung ini terutama disebabkan dari besarnya pinjaman jangka pendek yang dimiliki perseroan, dimana pada 2018 nilainya mencapai US$ 1,13 miliar. Sementara pinjaman jangka panjangnya senilai US$ 811,70 juta, ditambah US$ 123,36 juta yang telah masuk ke liabiltas jangka pendek karena akan jatuh tempo pada 2019.
Dengan beban keuangan yang cukup berat, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy menyatakan kepada Kontan.co.id belum lama ini bahwa perseroan telah meminta izin kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara agar utang dapat direstrukturisasi.
Gayung bersambut, beberapa kreditur perbankan Krakatau Steel saat ini juga tengah menyiapkan strategi restrukturisasi. Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Kartika Wiroatmodjo Senin (15/4) kepada juru warta di Bursa Efek Indonesia bilang, pihaknya telah menyediakan opsi pengurangan aset dan obligasi konversi (convertible bond) untuk merestrukturisasi utang Krakatau Steel.
Sayangnya ketika dikonfirmasi kembali oleh Kontan.co.id, pria yang akrab disapa Tiko ini enggan memberikan penjelasan. Demikian juga dengan Direktur Manajemen Resiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin yang enggan memberikan komentar.
Dari Laporan Keuangan 2018 Krakatau Steel, Bank Mandiri tercatat memiliki tagihan jangka pendek senilai US$ 359,58 juta yang berasal dari tiga jenis pinjaman: letter of credit (L/C), bank overdraft, dan kredit modal kerja (KMK). Seluruh fasilitas pinjaman ini sendiri akan berakhir pada 27 September 2019.
Selain pinjaman jangka pendek, Bank Mandiri juga tecatat sebagai kreditur yang tergabung dalam Sindikasi 1 Tranche A bersama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan total pinjaman senilai US$ 250 juta, dimana perseroan punya kontribusi senilai US$ 100 juta. Hingga akhir tahun lalu, tagihan dari Sindikasi ini masih senilai US$ 154,23 juta, dan akan jatuh tempo pada 23 Februari 2028
Kembali bersama BNI, dan BRI, Bank Mandiri juga tercatat dalam Sindikasi 2 yang memberikan pinjaman total US$ 395 juta, dimana kontribusi Bank Mandiri US$ 210 juta. Hingga akhir 2018 lalu, tagihan Sindikasi 2 masih mencapai US$ 386,70 juta dengan jatuh tempo pada 30 November 2021.
Bank Mandiri juga tercatat sebagai kreditur untuk tiga entitas anak: PT Krakatau Daya Listrik, PT Krakatau Bandar Samudera, dan PT Krakatau Engineering. Kepada ketiganya, Bank Mandiri memberikan fasilitas kredit investasi, dan kredit modal kerja aflopend dan tercatat sebagai pinjaman jangka panjang. Hingga akhir 2018 total tagihan kepada tiga entitas anak ini US$ 46,74 juta dengan jatuh tempo paling cepat pada 27 April 2020.
Bank pelat merah lainnya, BRI juga senada untuk merestrukturisasi utang Krakatau Steel. Meskipun Direktur Utama BRI Suprajarto masih enggan menjelaskan skema restrukturisasi yang akan dilakukan. “Kalau soal (restrukturisasi ) ini saya tidak belum mau berkomentar karena agak sensitif,” katanya kepada KONTAN pekan lalu.
Kepada Krakatau Steel, bank dengan aset terbesar di tanah air hingga 2018 masih berhak menagih senilai US$ 16,78 juta. Nilai tersebut berasal dari fasilitas L/C yang diberikan, dan akan berakhir pada 12 Juni 2019.
BRI juga juga bergabung di Sindikasi 1 Tranche A dengan kontribusi US$ 50 juta, serta Sindikasi 2 dengan kontribusi US$ 110 juta. Adapula pinjaman bilateral berbentuk kredit investasi yang hingga akhir tahun lalu masih memiliki tagihan US$4,97 juta dengan waktu jatuh tempo pada 28 Februari 2021.
Sedangkan ke entitas anak, BRI masih punya hak menagih jangka pendek kepada PT Krakatau Wajatama, PT Krakatau Engineering, dan PT KHI Pipe Industries dengan nilai total US$ 30,84 juta, dan jatuh tempo paling cepat pada 30 Juni 2019.
Sedangkan tagihan jangka panjang kepada entitas anak berasal dari PT Meratus Jaya Iron Steel, PT KHI Pipe Industries, PT Krakatau Engineering dengan nilai tagihan US$ 48,01 juta, dan jatuh tempo paling cepat pada 24 September 2021.
Selain kepada induk, Krakatau Steel juga turut mengandalkan entitas anak bank pelat merah guna menopang liabilitasya, yaitu kepada PT Bank BNI Syariah, entitas dari BNI. Namun, pembiayaan dari BNI Syariah hanya difokuskan kepada entitas anak Krakatau Steel.
“Kalau kepada induknya, kami tidak ada pembiayaan, namun ada tiga entitas anak yang kami berikan fasilitas pembiayaan. Alhamdulillah, ketiga anak perusahaan tersebut sehat dan lancar kewajibannya kepada kami,” kata Direktur Bisnis SME dan Komersial BNI Syariah Dhias Widhiyati kepada Kontan.co.id.
BNI Syariah tercatat memberikan pembiayaan jangka pendek kepada PT Krakatau Daya Listrik yang hingga akhir tahun lalu masih punya kewajiban US$ 10,35 juta dengan jatuh tempo 31 Desember 2019. Kemudian pembiayaan jangka panjang kepada PT Krakatau Bandar Samudera yang masih menyisakan tagihan US$ 0,09 juta dengan jatuh tempo 31 Maret 2019, serta kepada PT Krakatau Engineering yang telah melunasi seluruh tagihan hingga akhir 2018 lalu.
Selain kreditur berelasi, bank swasta juga menyatakan kesiapannya untuk membantu Krakatau Steel merestrukturisasi utang-utangnya. “Kami pasti mendukung Krakatau Steel untuk membangun Indonesia. Sementara saat ini, kami juga masih dalam taraf diskusi untuk restrukturisasi,” kata Direktur Perbankan Bisnis PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) kepada Kontan.co.id.
CIMB tercatat sebagai pemberi L/C dan KMK kepada Krakatau Steel yang hingga akhir 2018 lalu masih berhak menagih US$ 199,25 juta dengan jatuh tempo pada 19 Februari 2020.
Selain itu, CIMB juga bergabung sebagai anggota Sindikasi 1 Tranche B dengan kontribusi pinjaman US$ 60 juta. Sindikasi dengan nilai total US$ 220 juta ini akan jatuh tempo pada 23 Februari 2028.
Adapula PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) yang memberikan L/C serta KMK yang fasilitasnya akan ditutup pada 20 Juni 2019 masih berpiutang US$ 84,61 juta hingga akhir 2018 lalu. Perseroan juga ikut tergabung dalam Sindikasi 1 Tranche B dengan kontribusi pinjaman US$ 70 juta.
“Sepengetahuan saya sampai saat ini kami belum ada kesepakatan restrukturisasi, masih dalam pembahasan,” kata Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surdaudaja kepada Kontan.co.id.
Hal senada juga disebutkan oleh Predisen Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiatmadja. Ia bilang, saat ini, perseroan masih membahas skema restrukturisasi yang akan ditawarkan kepada Krakatau Steel.
Hingga akhir 2018 lalu, Krakatau Steel tercatat masih punya tagihan kepada BCA senilai US$ 47,68 juta. Tagihan tersebut berasal dari fasilitas L/C yang diberikan BCA dan akan berakhir pada 29 Juli 2019 mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News