Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Pengetatan likuiditas terus menghantui perbankan Tanah Air. Kali ini, kondisi likuiditas ketat juga terjadi di denominasi asing atau valas. Coba tengok data Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).
Hingga akhir Maret kemarin, dana pihak ketiga (DPK) valas bank umum sebesar Rp 585,54 triliun.
Simpanan valas tumbuh 19,94% jika dibandingkan posisi Maret 2013 yang mencapai Rp 488,16 triliun. Jika dilihat dari jumlah rekening, simpanan valas terbilang stagnan.
Per 31 Maret 2014, jumlah rekening valas bank umum mencapai 1,07 juta rekening, naik tipis 1,70% dibandingkan posisi Maret 2013 yang sebanyak 1,05 juta rekening. Pada periode sama, kredit valas tumbuh kencang.
Mengutip data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit valas naik 24,8% per akhir Maret tahun ini atau sebesar Rp 543,02 triliun dibandingkan Rp 435,09 triliun di tahun lalu. Itu artinya, rasio likuiditas atau loan to deposit ratio (LDR) valas sebesar 92,72% di kuartal I-2014.
Kendati likuditas ketat, sejumlah bank enggan menggenjot DPK valas secara agresif. "BCA tidak agresif karena memang kita menahan diri dalam memberikan pinjaman valas," ujar Jahja Setiatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Minggu, (25/5).
Setali tiga uang, OCBC NISP masih belum mau jor-joran memupuk likuiditas valas. Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP mengatakan, di sepanjang kuartal I kemarin, DPK valas OCBC NISP tumbuh sekitar 23% menjadi sebesar Rp 20 triliun.
Menurut Parwati, pertumbuhan simpanan valas kurang menggembirakan karena nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) masih dalam tren melemah. Parwati memprediksi, pertumbuhan valas hingga akhir tahun terbilang stabil.
Demi mengantisipasi lonjakan pertumbuhan kredit valas, OCBC NISP tengah mematangkan sumber pendanaan valas selain dari nasabah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News