Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengganti aturan main penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dengan plafon hingga Rp 100 juta. Melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR, untuk plafon kurang dari Rp 100 juta tidak memerlukan agunan tambahan.
Agunan tambahan ini biasanya akan menjadi penjaminan bagi perbankan dalam mengucurkan kredit. Biasanya, agunan tambahan ini bisa berupa tanah, rumah, BPKB kendaraan, hingga peralatan rumah tangga.
Bila bank meminta agunan tambahan ini, maka pemerintah tidak akan membayarkan subsidi bunga atau marjin debitur tersebut kepada bank penyalur. Bank hanya boleh mencatatkan agunan pokok berupa objek atau usaha yang dibayai.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menyebut perubahan kebijakan tersebut tidak berdampak signifikan bagi kualitas kredit berbunga rendah ini. Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan, selama ini dalam pengendalian kualitas KUR di segmen mikro, BRI berpedoman pada penilaian kelayakan usaha, bukan pada basis kolateral atau agunan.
"Sedangkan untuk penyelesaiannya dilakukan dengan penagihan serta diback up oleh asuransi kredit (penjaminan). Strategi BRI yakni dengan melakukan program revitalisasi mantri (AgenBRILink) yang menempatkan Mantri di wilayah spesifik sehingga engagement dengan masyarakat semkin kuat," katanya kepada Kontan.co.id pada Kamis (16/2).
Baca Juga: Tunggu Ketentuan Kemenko Perekonomian, Penyaluran KUR pada Awal Tahun Seret
Aestika bilang, Mantri dapat mengenali lebih dalam calon nasabahnya. Dengan begitu, bisa mengetahui profil risiko dari masyarakat atau calon nasabah.
"Selain itu BRI terus melakukan enhancement business process di BRISPOT sehingga Mantri mampu memantau day by day kualitas nasabah kelolaannya," tambah Aestika.
Ia menargetkan, NPL KUR mikro akan tetap dijaga pada level kisaran 1,5% hingga 2,0% di sepanjang 2023. Pada tahun ini, BRI mendapatkan plafon penyaluran KUR sebesar Rp 270 triliun.
Adapun pada tahun lalu, BRI menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) senilai Rp 252,38 triliun Penyaluran KUR BRI tersebut dilakukan kepada 6.583.105 debitur.
Sedangkan Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menyatakan penghapusan agunan tambahan ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, bisa meningkatkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) KUR.
Sebab, agunan tambahan biasanya menjaring calon debitur dalam mengakses pembiayaan. Namun, di sisi lain, Amin menilai saat ini banyak perbankan yang juga menyalurkan kredit tanpa agunan (KTA) dengan plafon hingga Rp 300 juta.
"Ini kan sama saja, tanpa adanya jaminan dari debitur. Karena, sekarang sudah banyak machine learning yang bisa baca kualitas, kebiasaan, dan transaksi orang sebagai dasar mitigasi risiko," katanya kepada Kontan.co.id.
Ia mengakui tanpa adanya agunan tambahan ini akan meningkatkan risiko namun juga sangat memungkin dilakukan oleh penyalur KUR. Selama perbankan mempersiapkan bisnis model yang lebih baik.
Mulai dari kualitas sumber daya manusia, tata kelola proses kredit, dan kekuataan tenaga penagih. Juga mengintegrasikan sistem secara umum mulai dari proses inisiasi kredit sampai penyalurannya hingga pembinaan dan pendampingan debitur sampai lunas.
"Toh, sudah banyak sekali Bank yang melepas KTA sampai Rp 300juta dan NPL aman. Debitur juga harusnya tidak bisa akses KUR ke bank lain karena sudah masuk dalam sistem SLIK," tambahnya.
Baca Juga: Tak Boleh Ada Agunan Tambahan KUR Plafon hingga Rp 100 Juta, Ini Mitigasi Risiko Bank
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News