Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi profit perbankan adalah biaya pencadangan kredit yang tinggi akibat kredit bermasalah. Maka itu, rencana perpanjangan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang diusulkan pemerintah bak angin segar bagi industri perbankan.
Jika regulator perbankan menyetujui perpanjangan tersebut, sebagaimana kebijakan pelonggaran relaksasi kartu kredit yang telah diperpanjang hingga akhir tahun, tentunya akan ikut mengurangi beban operasional yang berasal dari beban pemulihan kerugian nilai asset keuangan (impairment) pada sisa enam bulan terakhir tahun 2024.
Alhasil, beban operasional perbankan bisa menurun, sehingga berpotensi mendongkrak laba di akhir tahun 2024.
Para bankir menyambut baik rencana perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit tersebut, mengingat hal ini akan berdampak baik pada profit bank.
Direktur Keuangan ,Treasury dan Global Services, Bank Jatim Edi Masrianto membenarkan tantangan industri perbankan saat ini selain suku bunga tinggi adalah berakhirnya stimulus covid-19.
"Tantangan mayoritas industri perbankan pasca berakhirnya stimulus covid adalah menjaga kualitas asset yang tentunya berdampak juga pada meningkatnya cadangan yang bisa mempengaruhi profit perusahaan," ungkapnya kepada Kontan, Senin (1/7).
Baca Juga: Begini Kata OJK Soal Kebijakan Restrukturisasi Kredit yang Digaungkan Lagi
Alhasil dengan permintaan kredit yang masih berpotensi tumbuh ditambah relaksasi restrukturisasi kredit yang diperpanjang, ia optimis kinerja laba akan sesuai dengan target rencana bisnis bank (RBB) tahun ini.
"Permintaan kredit masih ada, kami optimistis kredit bisa tumbuh di angka dua digit," kata Edi.
Adapun nilai cadangan kerugian penurunan asset keuangan (CKPN) Bank Jatim secara bank only tercatat sebesar Rp 1,6 triliun per Mei 2024. Sementara beban kerugian penurunan nilai asset (impairment) tercatat sebesar Rp 345,84 miliar.
Jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, nilai CKPN Bank Jatim tersebut naik dari Rp 1,53 triliun per Mei 2023. Begitu juga dengan beban impairment yang naik dari Rp 256,73 miliar. Kenaikan ini seiring dengan telah berakhirnya stimulus kredit Covid-19.
Alhasil laba bersih Bank Jatim secara bank only tercatat sebesar Rp 536,24 miliar per Mei 2024, atau menurun 18,38% yoy.
Di sisi lain, PT Bank CIMB Niaga Tbk terus mencatatkan penurunan nilai pencadangan dan beban impairment secara tahunan. Per Mei 2024, nilai pencadangan secara bank only CIMB Niaga tercatat sebesar Rp 11,36 triliun, sementara beban impairment sebesar Rp 530,06 miliar.
Pada periode sama tahun lalu, nilai pencadangann Bank CIMB Niaga sebesar Rp 13,11 triliun, sementara beban impairment sebesar Rp 1,07 triliun. Artinya jumlah tersebut telah menurun signifikan.
"Untuk perpanjangan restrukturisasi Covid tidak akan mengubah pecadangan kami karena porsi restrukturisasi ex covid sudah hampir habis," ungkap Lani Darmawan, Presiden Direktur CIMB Niaga kepada Kontan.
Dengan menurunnya beban impairment tersebut, alhasil laba bersih Bank CIMB Niaga secara bank only tercatat sebesar Rp 2,74 triliun per Mei 2024, atau naik 3,27% yoy dari tahun lalu.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) ikut menyambut baik rencana perpanjangan restrukturisasi kredit covid-19.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan, pihaknya menyambut baik rencana tersebut.
"Apabila rencana perpanjangan restrukturisasi dimaksud telah diterbitkan kebijakannya oleh pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka BRI akan patuh dan melaksanakannya," kata Supari kepada Kontan.
Baca Juga: Ini Respons Bankir Terkait Usulan Perpanjangan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19
Lebih lanjut, Supari menyebut, BRI telah menjalankan program restrukturisasi kredit Covid-19 sejak diterbitkannya POJK No. 11/POJK.03/2020 pada Maret 2020 dan telah mengakhirinya pada 31 Maret 2024 sebagaimana Keputusan Dewan Komisioner OJK No 34/KDK.03/2022.
"Dalam menjalankan restrukturisasi kredit UMKM terdampak Covid-19, BRI fokus terhadap penyehatan nasabah dan sebagai wujud kehati-hatian selama pandemi BRI telah menyiapkan pencadangan yang lebih konservatif sesuai PSAK 71 untuk mengantisipasi risiko kedepan," terang Supari.
Sebagai informasi, hingga akhir Maret 2024, kualitas kredit BRI masih terjaga dengan non performing loan (NPL) sebesar 3,11% dan sebagai NPL coverage sebesar 214,26%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News