Reporter: Ferry Saputra | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 60 pemegang polis (pempol) Indosurya Life melalui kuasa hukumnya melakukan audiensi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Wisma Mulia 2, Jakarta Selatan, Rabu (17/1). Audiensi tersebut ditujukan untuk memperjuangkan hak-hak polis para pempol dan menuntut kejelasan soal Tim Likuidasi Indosurya Life.
Kuasa Hukum Pempol Indosurya Life Joseph Fajar Simatupang menerangkan, berselang lebih dari 2 bulan sejak pencabutan izin Indosurya Life atau Prolife, belum ada informasi yang valid mengenai Tim Likuidasi yang terbentuk.
Selain itu, juga tidak ada wacana sama sekali dari Indosurya Life untuk mengadakan dengar pendapat dari pempol. Joseph mengatakan kliennya telah menderita kerugian kurang lebih Rp 312 miliar.
“Tidak ada informasi yang valid apakah Tim Likuidasi yang terbentuk melalui RUPS atau dibentuk oleh OJK sendiri. Sedangkan berdasarkan Pasal 17 ayat (2) POJK 28/POJK.05/2015 seharusnya Tim Likuidasi memiliki kompetensi pengetahuan dibidang asuransi, hukum, keuangan, akuntasi, atau audit dengan minimal pengalaman 10,” ujar Joseph seusai audiensi dengan OJK, Rabu (17/1).
Ia menyampaikan pada Pasal 17 ayat (1) POJK 28/POJK.05/2015 tertuang bahwa Tim Likuidasi yang terbentuk harus memiliki integritas, kompetensi, reputasi dari anggota Tim Likuidasi dan harus mengutamakan kepentingan pemegang polis.
Baca Juga: OJK: 7 Perusahaan Asuransi Masih dalam Pengawasan Khusus
Berdasarkan Pasal 18 POJK 28/POJK.05/2015 berisi, dalam hal terjadi benturan kepentingan antara kepentingan pemegang saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi dan kepentingan pemegang polis, tertanggung, atau peserta, Tim Likuidasi harus mengutamakan kepentingan pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Terdapat kewajiban berdasarkan Pasal 4 ayat (1) POJK 28/POJK.05/2015 perihal Tim Likuidasi harus sudah terbentuk dalam waktu 30 hari sejak dicabutnya izin perusahaan asuransi. Atas dasar itu, Joseph menegaskan pihaknya berhak mengetahui bagaimana proses pembentukan Tim Likuidasi.
"Selain itu, berhak mengetahui Tim Likuidasi yang terbentuk telah memenuhi kompetensi sesuai POJK 28/POJK.05/2015 serta mampu mengakomodir hak-hak pempol Indosurya Life. Apakah memang tidak ada conflict of interest di sana?" ujarnya.
Oleh karena itu, Joseph bersama Tim Kuasa Hukum meminta kepada OJK agar transparan dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan likuidasi Indosurya Life dan melakukan klarifikasi tentang formasi tim likuidasi Indosurya Life yang telah terbentuk.
“OJK harus transparan terhadap pembentukan Tim Likuidasi Indosurya Life. Selain itu, Tim Likuidasi yang terbentuk juga harus berpihak kepada nasabah sebagaimana amanat Pasal 18 POJK 28/2015. Jangan sampai ditunggangi pihak berkepentingan yang tidak bertanggung jawab, apalagi orang yang diduga berpihak kepada Henry Surya selaku pemilik," ungkapnya kepada Kontan.
Joseph juga berharap langkah yang akan diambil dapat menjadi pembelajaran bagi negara untuk membuat sistem baru agar kejadian gagal bayar oleh perusahaan asuransi tidak terjadi lagi ke depannya.
“Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap OJK hilang. OJK harus berpihak kepada masyarakat. Oleh karena itu, OJK harus maksimal mengawal proses likuidasi Indosurya Life," katanya.
Mengenai keputusan audiensi tersebut, Joseph menyampaikan pihak pempol diminta menunggu sampai 19 Januari 2024. "Sebab, mereka belum bisa sampaikan ke kami untuk nama Tim Likuidasinya," ungkapnya.
Apabila lewat dari 19 Januari 2024 tak kunjung muncul nama Tim Likuidasi dan tak sesuai dengan peraturan, Joseph mengungkapkan pihaknya akan mengajukan segala upaya hukum.
Sebelumnya, OJK telah mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia yang sebelumnya bernama PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses pada 2 November 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan keputusan itu sebagai bagian tindak pengawasan OJK karena dalam batas waktu status pengawasan khusus, Prolife tidak mampu menyelesaikan permasalahannya.
“Pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Prolife dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri asuransi yang sehat dan terpercaya, serta melindungi kepentingan pemegang polis asuransi,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (3/11).
Saat itu, Ogi menyebut sebelum keputusan cabut izin usaha, OJK telah mengenakan Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (SPKU) karena Prolife tidak mampu memenuhi ketentuan minimum rasio pencapaian solvabilitas, ekuitas, dan rasio kecukupan investasi.
Dia mengatakan OJK juga telah memberikan waktu yang cukup bagi Prolife untuk menyelesaikan SPKU dengan mewajibkan Perusahaan menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang mampu menyelesaikan permasalahan.
Meskipun demikian, RPK dengan skema Policy Holder Buy Out (PBO) yang direncanakan gagal terlaksana. Sebab, tidak mendapatkan dukungan dari seluruh pemegang polis dan tidak terealisasinya penambahan modal dari pemegang saham atau investor baru.
Baca Juga: Tren Pencabutan Izin Usaha Asuransi Diprediksi Berlanjut, Ini Alasannya
Ogi menerangkan OJK sebenarnya telah memberikan kesempatan kembali kepada Prolife untuk menyampaikan perbaikan RPK, tetapi Prolife tidak mampu menyampaikan RPK yang dapat mengatasi permasalahan fundamental perusahaan.
Ogi juga mengatakan upaya perlindungan konsumen juga dilakukan. OJK dengan beberapa kali melakukan fasilitasi pengaduan konsumen, yaitu mempertemukan pemegang polis dengan Prolife untuk mendapatkan penyelesaian pengaduan konsumen.
Selain itu, kata dia, OJK juga telah memberikan edukasi di beberapa kota kepada pemegang polis mengenai manfaat dan risiko skema PBO.
"Dengan dicabutnya izin usaha tersebut, Prolife wajib menghentikan kegiatan usahanya dan dalam jangka waktu paling lama 30 hari wajib menyelenggarakan rapat umum pemegang saham untuk pembubaran badan hukum dan pembentukan tim likuidasi," ujarnya.
Ogi menegaskan, sejak pencabutan izin usaha, baik pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai Prolife dilarang untuk mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset perusahaan.
Dia menyebut pemegang polis tetap dapat menghubungi manajemen perusahaan dalam rangka pelayanan konsumen sampai dengan dibentuknya Tim Likuidasi. Adapun Tim Likuidasi selanjutnya bertugas melakukan pemberesan harta dan penyelesaian kewajiban, termasuk kewajiban terhadap pemegang polis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News