Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan di Tanah Air semakin lihai dalam melakukan efisiensi. Hal ini tercermin dari rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang kian menyusut.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbankan Indonesia (SPI) mencatat per Juli 2019 posisi BOPO perbankan ada di level 81,08%. Walau meningkat dibandingkan periode tahun sebelumnya sebesar 79,05%, rasio tersebut merupakan yang paling rendah sepanjang tahun 2019.
Bila dirinci, penurunan BOPO di tahun ini utamanya disebabkan pendapatan operasional bank naik cukup tinggi yakni mencapai 25,51% secara year on year (yoy) menjadi Rp 594,16 triliun.
Meski begitu, bank di Indonesia tetap punya pekerjaan rumah untuk menekan tingkat beban operasional yang juga meningkat 28,72% yoy di bulan Juli 2019.
Sejumlah bank yang dihubungi Kontan.co.id, menjelaskan bahwa rasio BOPO saat ini masih stabil. Ambil contoh, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang mencatatkan BOPO di kuartal III 2019 ada di kisaran 70%-73%.
Baca Juga: Rasio BOPO tinggi, bank siapkan strategi
Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta mengatakan, posisi tersebut relatif stabil jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Pada kuartal III 2018 lalu, BOPO BNI juga terpantau ada di kisaran 70,3%. "Kami akan jaga di kisaran itu sampai akhir tahun," terangnya, Senin (7/10).
Sebagai informasi saja, merujuk laporan bulanan BNI per Agustus 2019 tercatat total beban operasional mencapai Rp 19,37 triliun. Jumlah tersebut naik 12,39% dari tahun sebelumnya.
Di sisi lain, pendapatan operasional BNI tercatat mencapai Rp 8,99 triliun atau meningkat sebesar 25,83% dari periode Agustus 2018 yang mencapai Rp 7,14 triliun.
Sementara itu, Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Timur Satyagraha mengatakan posisi BOPO terjaga rendah di level 67,37% pada kuartal III 2019. Jika dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya, menurutnya ada sedikit peningkatan dari 66%.
Hanya saja, peningkatan tersebut dipandang perseroan masih dalam batas aman alias sesuai dengan rencana bisnis bank (RBB). "Masih stabil dibanding posisi sebelumnya, maksimal BOPO kami jaga di posisi 68%," tegasnya.
Salah satu upaya yang dilakukan yakni efisiensi di biaya terutama pengembangan jaringan fisik. Sementara untuk menghemat pembangunan kantor, pihaknya mengarahkan layanan bank ke Laku Pandai dan optimalisasi digital banking.
Tak hanya bank besar saja, PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) di sisi lain mencetak BOPO per Agustus 2019 di level 72,62% atau stabil dari kuartal sebelumnya.
Direktur PT Bank Woori Saudara Tbk I Made Mudiastra menjelaskan pihaknya tengah berupaya menurunkan tingkat bunga dana pihak ketiga (DPK) terutama yang berasal dari industri jasa keuangan. Lewat cara ini, ia meyakini beban operasional bakal dapat ditekan.
Baca Juga: Bankir: BOPO pasti naik di awal tahun
"DPK yang berasal dari financial institution untuk jangka waktu enam bulan akan dihitung sebagai weighted NSFR 0%, tentunya akan berat secara operasional," katanya.
Ia menambahkan, kendati dalam RBB tahun ini BOPO dipatok 70,28%, Made tak yakin kalau target tersebut dapat tercapai. Lantaran, gejolak kenaikan suku bunga DPK yang cukup tinggi di bulan Mei-September 2019 masih terasa terhadap pemenuhan NSFR (net stable funding ratio).
"Kemungkinan juga di bulan November-Desember 2019 ini akan ada perebutan DPK antar bank, yang bisa berpengaruh terhadap suku bunga," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News