kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Likuiditas Seret, Perusahaan Multifinance Ikut Menjerit


Rabu, 08 Oktober 2008 / 18:28 WIB
ILUSTRASI. Peserta mengikuti program pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja (BLK) Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Sabtu (2/5/2020). Program pelatihan tersebut bertujuan untuk memberikan bekal keterampilan dasar, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan


Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kondisi likuiditas yang seret dan posisi BI rate sebesar 9,5 % benar-benar mencekik semua lini usaha. Tak terkecuali perusahaan pembiayaan (multifinance). Akibatnya, kalangan perusahaan multifinance pun memperkirakan realisasi kredit bakalan merosot sekitar 20 % hingga akhir tahun nanti.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia mengatakan perhitungan penurunan realisasi pembiayaan itu berdasarkan perbandingan realisasi kredit secara bulanan. "Realisasi pembiayaan di tiga bulan terakhir 2008 kemungkinan besar anjlok hingga 20 % ketimbang bulan sebelumnya," ungkapnya ke KONTAN Rabu (8/10).

Menurut Wiwie, ada dua faktor utama yang menyebabkan kondisi itu. Pertama, kondisi pasar keuangan dan makroekonomi yang bergejolak saat ini membuat likuiditas sangat ketat. Sehingga, mau tak mau kucuran kredit perusahaan pembiayaan tersendat secara otomatis.

Sedangkan faktor kedua, lanjutnya, kenaikan BI rate yang mencapai 9,5 % baru-baru ini membuat kondisi perekonomian dan likuiditas semakin lebih berat lagi. "Sebenarnya, kami dulu pernah mengharapkan angka BI rate tidak boleh lebih dari 9 %. Tapi, toh kenyataan bicara lain. Jadi, sekarang sektor kreditlah yang menjerit," keluh Wiwie.

Dampak lain dari adanya kondisi tersebut, tambah Wiwie, adalah terjadinya kemungkinan suku bunga kredit ikut terkerek antara 1-2 %. "Tapi, itu hanya perkiraan saja. Sebab, suku bunga tergantung dari masing-masing perusahaan," tegasnya.

Pemerintah harus lebih bijak

Saat ini, kalangan perusahaan multifinance berharap pemerintah bisa lebih bijak lagi. “Artinya, pemerintah harus lebih toleran lagi dengan melonggarkan likuiditas. Pemerintah kan punya banyak cara agar likuiditas tidak seketat ini," imbuhnya.

Jika pemerintah tetap ngotot memperketat likuiditas, hal tersebut bisa jadi berdampak fatal terhadap kinerja perusahaan mutifinance. "Maksudnya, akan banyak perusahaan pembiayaan yang melakukan efisiensi kalau masih ingin bertahan. Efisiensi itu salah satunya pengurangan karyawan. Ujung-ujungnya pengangguran bertambah," tandasnya mengingatkan.

Menurut Wiwie, hanya ada satu cara untuk mengantisipasi hal itu. Yakni dengan cara menekan risiko kredit macet agar tidak tinggi. "Selebihnya, masalah likuiditas bukan wewenang kami lagi," tukasnya.

Sejauh ini, kondisi kredit seret atawa NPL (non performing loan) di multifinance sendiri masih sesuai harapan di bawah 3 %. "Untungnya, NPL masih berkisar 2 % saat ini. Kami masih cukup tertolong," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×