Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank mulai gencar memupuk pendapatan berbasis komisi alias fee based income guna menggenjot pertumbuhan laba.
PT Bank Mandiri Tbk misalnya sampai akhir Mei 2018 telah meraup pendapatan berbasis komisi hingga mencapai Rp 10,3 triliun. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan realisasi komisi tersebut tumbuh 16,4% bila dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Pendapatan komisi tersebut mayoritas berasal dari realisasi laba jual beli serta pendapatan kenaikan surat berharga dan obligasi. Catatan Bank Mandiri menunjukkan, sampai Mei 2018, laba jual beli surat berharga dan obligasi Bank Mandiri mencapai Rp 766 miliar atau tumbuh 73,8% secara tahunan.
"Pencapaian ini luar biasa dari laba jual beli dan pendapatan kenaikan nilai surat berharga dan obligasi," kata Rohan kepada Kontan.co.id, Kamis (5/7). Bank berkode emiten BMRI ini optimistis sampai akhir tahun ini, pertumbuhan fee based income paling tidak dapat menembus 11% sampai 13%.
Sementara, rasio pendapatan komisi terhadap total laba akan mencapai 30% pada akhir tahun ini. "Peningkatan fee based income ini diharapkan dapat dicapai salah satunya melalui intensifikasi produktivitas e-channel baik ATM, EDC maupun mobile dan internet banking," imbuh Rohan.
Selain mengoptimalkan layanan transaksi, Bank Mandiri juga fokus menggarap segmen korporasi dan korporasi. Antara lain dengan memberikan layanan perbankan dan keuangan guna memenuhi kebutuhan bisnis nasabah kakap Bank Mandiri.
Sebagai tambahan informasi saja, dalam laporan keuangan bulan Mei 2018, Bank Mandiri mencatat total laba bersih mencapai Rp 9,78 triliun. Jumlah tersebut meningkat 19,7% secara tahunan dari posisi Mei 2017 sebesar Rp 8,17 triliun.
Tak hanya bank BUKU IV saja yang kian rajin mengeruk pendapatan dari komisi transaksi. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) juga gencar mencari pendapatan dari transaksi penjualan surat berharga.
Kendati tidak merinci perolehan pendapatan berbasis komisi, Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Satyagraha mengungkapkan, total laba yang diraih dari penjualan surat berharga mencapai Rp 176,88 miliar per 30 Juni 2018 lalu. Jumlah tersebut terus meningkat, terlihat dalam kurun waktu 30 Juni 2018 sampai 3 Juli 2018 saja Bank Jatim mampu meraih pendapatan dari transaksi surat berharga mencapai Rp 2,56 miliar.
Lebih lanjut, bank dengan kode saham BJTM ini mencatatkan pendapatan lumayan besar dari transaksi pembelian ulang surat berharga (reverse repo) sebesar Rp 53,41 miliar per 3 Juli 2018 lalu. Bisnis inilah yang tengah difokuskan bank ini untuk mengeruk laba. Pendapatan dari surat berharga ditargetkan mampu mencapai Rp 251,73 miliar sampai akhir Desember 2018. Sementara transaksi reverse repo targetnya menembus Rp 49 miliar.
Selain dari bisnis tresuri, Bank Jatim juga tengah intens menggenjot alternatif pendapatan komisi. Salah satunya melalui pemasaran e-channel seperti ATM, mobile banking, sms banking dan internet banking dengan terus meningkatkan fitur produknya.
"Tahun ini peningkatan fee based income juga melalui perolehan penggunaan elektronifikasi pembayaran," katanya. Langkah memburu pendapatan di luar bunga dikarenakan tren suku bunga yang terus meningkat terutama dari sisi pendanaan.
Hal ini menyebabkan spread yang menipis lantaran Bank Jatim masih memilih menahan kenaikan suku bunga kredit. "Strategi optimalisasi pendapatan selain dari pasar uang juga pastinya dengan meningkatkan fee based income," imbuhnya.
Sebagai informasi saja, sampai dengan akhir Mei 2018, Bank Jatim membukuakn laba bersih Rp 612,09 miliar, naik 4,88% dari periode sama tahun lalu. Bila dirinci, pendapatan operasional selain bunga Bank Jatim turun tipis secara tahunan dari Rp 204,7 miliar per Mei 2017 menjadi Rp 203,93 miliar alias susut 0,37%. Sementara pendapatan dari komisi, fee dan administrasi juga 2,05% menjadi Rp 166,34 miliar.
Sementara, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) tak mengincar spesifik pertumbuhan fee based income. Direktur BCA Santoso Liem mengatakan, saat ini yang menjadi tantangan bank untuk mengeruk pendapatan komisi bukan hanya antar bank melainkan terpaan dari kemajuan teknologi finansial.
Untuk menggenjot pertumbuhan pendapatan berbasis komisi, BCA akan mengedepankan fungsi pengelolaan dana nasabah kaya atau wealth management (WM) dan solusi finansial lainnya. "Bank harus memperkuat fungsi utamanya sebagai intermediasi, payment dan lain-lain. Supaya bank bisa memberikan layanan yang lebih kompetitif dan dipercaya," imbuhnya.
Sejauh ini mesin penggerak pendapatan komisi di BCA masih didominasi tiga produk. Pertama, administrasi biaya bulanan tabungan BCA (Tahapan BCA). Kedua kartu kredit, dan terakhir bisnis tresuri.
"Target fee based income masih bagus, tahun ini masih memadai," imbuhnya. Pendapatan komisi menjadi salah satu tumpuan BCA untuk memupuk laba selain pendapatan dari bunga kredit. Sebagai catatan, sampai bulan Mei 2018 total pendapatan operasional selain bunga yang diraih BCA mencapai Rp 8,28 triliun.
Jumlah ini meningkat 13,84% dibandingkan Mei 2017 sebesar Rp 7,27 triliun. Bila dirinci dari laporan keuangan, komisi/provisi/fee dan administrasi masih menyumbang pendapatan non bunga terbesar mencapai Rp 4,56 triliun, tumbuh 13,22% secara yoy. Per akhir Mei 2018 BCA memperoleh laba bersih Rp 8,68 triliun, atau tumbuh 4,31% bila dibandingkan dengan periode sama tahun lalu Rp 8,32 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News