kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.906.000   5.000   0,26%
  • USD/IDR 16.260   -19,00   -0,12%
  • IDX 6.904   3,46   0,05%
  • KOMPAS100 1.002   -1,47   -0,15%
  • LQ45 762   -5,14   -0,67%
  • ISSI 228   0,95   0,42%
  • IDX30 393   -2,78   -0,70%
  • IDXHIDIV20 453   -3,10   -0,68%
  • IDX80 112   -0,45   -0,40%
  • IDXV30 114   -0,16   -0,14%
  • IDXQ30 127   -1,02   -0,80%

Membendung Risiko di Tengah Lonjakan TWP90 Fintech Lending


Selasa, 08 Juli 2025 / 23:07 WIB
Membendung Risiko di Tengah Lonjakan TWP90 Fintech Lending
ILUSTRASI. Data terbaru OJK, tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari (TWP90) pada sektor fintech lending tercatat meningkat menjadi 3,19% per Mei 2025.


Reporter: Inggit Yulis Tarigan | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menurut data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari (TWP90) pada sektor fintech lending tercatat meningkat menjadi 3,19% per Mei 2025. Angka ini naik dari posisi April 2025 yang sebesar 2,93% dan lebih tinggi dibandingkan Mei 2024 yang berada di level 2,91%.

Tren kenaikan TWP90 di sektor fintech lending mulai mendorong pelaku industri untuk memperkuat strategi mitigasi risiko. Beberapa platform pun mulai memperluas kolaborasi dan menerapkan pendekatan teknologi untuk menjaga kualitas portofolio.

Chief Operating Officer (COO) GandengTangan, Darul Syahdanul mengungkapkan bahwa TWP90 di perusahaannya saat ini berada di level 3,56%. Menurutnya, tantangan utama dalam menjaga kualitas pembiayaan berasal dari karakteristik sektor yang mereka layani.

“Karena kami menyalurkan pembiayaan produktif untuk UMKM, salah satu penyebab meningkatnya TWP90 adalah menurunnya omzet penjualan atau adanya kendala operasional yang dihadapi peminjam,” ujar Darul kepada Kontan, Selasa (8/7).

Baca Juga: Kredit Macet Fintech Naik, GandengTangan dan Amartha Perkuat Mitigasi Risiko

Untuk menjaga agar rasio wanprestasi tidak terus meningkat, GandengTangan memperluas kolaborasi dengan ekosistem bisnis melalui skema closed loop financing. Menurut Darul, pendekatan ini efektif dalam mengurangi risiko penyalahgunaan dana atau side streaming.

“Kami terus berupaya menjaga trust dengan cara melakukan underwriting dengan ketat dan menjaga transparansi dengan lender,” tambah Darul.

Sementara itu, seiring tren kenaikan TWP90 di industri fintech lending, pelaku usaha di sektor ini dihadapkan pada tantangan menjaga kualitas portofolio pinjaman. Berbagai pendekatan dilakukan oleh masing-masing platform untuk merespons situasi tersebut.

PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) misalnya, mengandalkan kombinasi antara teknologi dan pendekatan berbasis komunitas dalam menjaga kualitas portofolio.

“Kami menggunakan teknologi AI dalam mengukur profil risiko akar rumput, intervensi pendampingan oleh 9.000+ tenaga lapangan, pendekatan berbasis komunitas, dan bisnis yang tetap fokus pada kebutuhan segmen akar rumput,” ungkap VP Public Relations Amartha, Harumi Supit kepada Kontan, (8/7).

Di sisi lain, pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai lonjakan TWP90 ini merupakan akibat dari pertumbuhan penyaluran pinjaman yang tinggi dalam beberapa bulan sebelumnya.

Borrower yang gagal bayar di Mei mengambil pinjaman pada Februari - Maret 2025. Di rentang bulan tersebut, pertumbuhan pinjaman daring mencapai sekitar 30% secara outstanding, cukup signifikan dibanding bulan sebelumnya,” ujar Nailul kepada Kontan, Selasa (8/7).

Ia menjelaskan, secara teknikal kenaikan penyaluran akan mulai terlihat dampaknya terhadap TWP90 dalam dua - tiga bulan setelahnya. Hal ini disebabkan oleh risiko kualitas borrower yang tidak seluruhnya baik.

“Tidak semua orang yang pinjam kan juga mempunyai catatan yang baik, ada yang buruk juga. Jadi pasti akan meningkat TWP90-nya,” lanjutnya.

Secara historis, ia mengungkapkan TWP90 berpotensi menurun pada Juni hingga Juli, dengan catatan kondisi ekonomi berada dalam situasi normal. Namun, jika terjadi lonjakan penyaluran pinjaman pada Juni - Agustus, maka TWP90 bisa kembali naik pada September - November 2025.

“Maka penting sekali untuk melihat kinerja sektoral sebagai salah satu indikator Credit Scoring untuk meminimalisir calon borrower yang mempunyai kualitas jelek. Platform harus mengupdate sistem credit scoringnya dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini yang sedang lesu,” jelasnya.

Adapun dari sisi asosiasi, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik Djafar mengungkapkan bahwa salah satu penyebab naiknya TWP90 ini adalah beredarnya ajakan masyarakat untuk gagal bayar atau galbay yang beredar di media sosial.

“Sebenarnya fenomena ajakan gagal bayar ini bukan hal yang baru. Trennya sudah mulai terlihat sejak dua tahun terakhir. Namun, akhir akhir ini berkembang semakin masif,” ujar Entjik kepada Kontan, Selasa (8/7).

Menanggapi tren kenaikan TWP90 tersebut, AFPI terus mendorong para anggotanya untuk memperketat analisa kelayakan kredit secara konservatif dalam pemberian pinjaman guna menekan risiko gagal bayar.

“Masing-masing penyelenggara perlu melakukan review atas risk control dan risk mitigation tools yang mereka miliki,” tutur Entjik menambahkan.

Baca Juga: OJK Beri Sanksi kepada 18 Multifinance dan 17 Fintech Lending pada Juni 2025

Selanjutnya: Properti Komersial di Gading Serpong Terus Mengalami Pertumbuhan

Menarik Dibaca: Elementbike Kantongi Lisensi Warner Bros, Siap Rilis Desain Superhero DC Comics

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×